Ternyata, Belajar Online Bikin Waktu Semakin Efisien dan Bebas dari Nyontek
Uzone.id -- “Tadinya tatap muka, sekarang jadi daring. Sangatlah kagok,” kata Arie, seorang guru Matematika.
Mungkin dua, tiga tahun yang lalu, konsep belajar menggunakan koneksi internet dan perangkat digital erat kaitannya dengan kuliah online, atau bahkan kursus bahasa asing. Nyatanya, belajar secara daring saat ini menjadi kegiatan normal di tengah pandemi.
Tak terasa, belajar dengan mengandalkan internet dan layar gawai sudah setahun berlangsung. Kadang diakhiri dengan senyuman lebar karena berhasil membuat semua murid paham dengan materi pembelajaran, tak jarang juga pundak terasa begitu berat akibat duduk terlalu lama.
Siang itu, Arie Kharis sesekali mengernyitkan dahinya. Laptop di atas mejanya masih menyala, entah kapan akan dimatikan.
“Saya sebagai guru yang terbiasa bertatap muka saat mengajar, tentu merasa kagok. Tiba-tiba kok belajar secara daring. Hal yang sering dipikirkan adalah bagaimana kita menyajikan materi dengan menarik dan sederhana,” ucapnya.
Arie mengajar mata pelajaran Matematika di SMPN 2 Johar Baru, Jakarta Pusat. Wajar ia sempat melewati masa-masa penuh adaptasi, masa di mana ia tak pernah terpikirkan akan berdiam diri di rumah sembari melanjutkan profesinya sebagai guru.
Dari sekian banyak platform penunjang pendidikan online, Arie tak sungkan mengakui bahwa situasi ini membuatnya semakin fasih terhadap teknologi digital.
Baca juga: Jika Pandemi Usai, Bukan Berarti Belajar Online Harus Berakhir
“Di awal Januari 2021, di awal semester genap, wakil kurikulum sekolah memperkenalkan platform bernama Pijar Sekolah sebagai media mengajar untuk para siswa. Saya termasuk yang belajar secara otodidak, mencari sendiri bagaimana penggunaan platform di melalui video YouTube,” ujarnya.
Waktu berlalu, Arie bahkan ditunjuk sebagai Koordinator Pijar di sekolahnya untuk mengajarkan cara penggunaan platform digital tersebut ke sesama guru.
Jika setiap pagi dirinya terbiasa menyantap setangkup roti daging dan menyeruput teh melati dalam waktu singkat demi mengejar KRL yang jaraknya sekitar lima kilometer dari rumah, lain halnya dengan situasi sekarang.
“Sekarang waktu lebih tertata. Sebelum pandemi, masuk sekolah pukul 6.30 WIB. Sekarang, kami menerapkan absensi melalui foto dengan atribut seragam sekolah yang rapi, dan harus dikirim sebelum pukul 7.00 WIB,” tutur Arie.
Selama menggunakan Pijar Sekolah, proses pembelajaran yang lebih efisien dari segi waktu ini juga diakui oleh salah satu siswanya, Nurul Fauziah.
Nurul, remaja yang saat ini duduk di bangku kelas 9, menuturkan kalau Pijar Sekolah mengedepankan kepraktisan -- baik dari sisi fungsi, hingga penerapannya.
“Kalau sudah absen maksimal sampai pukul 7.00 WIB, biasanya belajar virtual itu dimulai pukul 7.30 WIB, lalu selesai di jam 12.00 WIB. Terkadang bisa lebih lama jika ada tugas yang belum selesai. Satu sesi kelas, bisa memakan waktu 40 sampai 80 menit, jadi dalam sehari kira-kira ada dua hingga tiga mata pelajaran,” cerita Nurul.
Apabila kilas balik ke masa pembelajaran tatap muka di sekolah, Nurul tentu menghabiskan waktu belajar lebih lama dari versi online. Ia mengatakan, dalam satu hari dirinya baru bisa selesai belajar di sekolah pada pukul 14.00 WIB.
“Pijar Sekolah pada dasarnya membuat saya jadi lebih pintar mengatur waktu. Jarang ada waktu terbuang, karena semua sudah diatur di tiap sesi belajar. Di fase awal belajar online, penjelasan guru sudah pasti banyak yang sulit dipahami. Tapi ketika pakai Pijar Sekolah, semua terasa praktis dan dimudahkan berkat buku-buku digital, modul belajar, lab digital, hingga akses ke nilai ujian. Walaupun sering deg-degan, tapi yang penting mudah diakses,” sambung Nurul.
Satu hal yang membuat Arie dan Nurul terkesan dengan kehadiran Pijar Sekolah adalah fitur ‘larangan’ mencontek. Teknologi ini diakui Arie, sangatlah menarik dan dapat melatih rasa tanggung jawab para murid.
Baca juga: Pijar Sekolah Jadi Solusi Belajar Online yang Terintegrasi
Pijar Sekolah mengandalkan teknologi yang dapat otomatis memblokir pengguna, dalam hal ini murid, ketika sedang menjalankan ujian sekolah. Saat ada murid yang membuka tab browser baru, atau bahkan browser baru di perangkatnya, maka dia langsung terblokir dari layanan Pijar Sekolah.
“Salah satu kemudahan Pijar Sekolah yang saya sukai, platform ini web-based, jadi bukan aplikasi yang harus diunduh. Hal ini tampaknya berpengaruh ke aktivitas murid dalam hal mencontek. Ketika mereka terblokir, mereka harus meminta guru agar di-unblock, dan terkadang mereka harus jelaskan alasannya. Ini menurut saya fitur menarik,” kata Arie.
Nurul pun mengiyakan hal ini. Tak dipungkiri, dirinya pun pernah sekali menjadi ‘korban’ terblokir karena mencontek.
“Namanya murid, pasti ada keinginan untuk mencontek.. Tapi untungnya dengan fitur ini, membuat kita jadi terbiasa membaca modul dan materi dengan seksama agar benar-benar paham tanpa harus mencontek,” imbuh Nurul.
Arie kemudian mengapresiasi langkah Pijar Sekolah yang mengharuskan murid masuk ke dalam platform menggunakan NISN (Nomor Induk Siswa Nasional) yang terintegrasi di Data Pokok Pendidikan (Dapodik). Berkat NISN, kehadiran murid semakin valid.
“Bukan pakai akun email atau hal-hal lain yang bisa saja itu milik orang tua murid, tetapi pakai NISN. Saya sebagai guru, merasa sangat terbantukan dan percaya diri bahwa murid memang benar-benar hadir untuk belajar,” tutur Arie.
Seiring berjalannya waktu, Arie semakin menikmati proses belajar virtual dengan pundak lebih ringan melihat murid seperti Nurul dapat menyerap pembelajaran online setiap harinya. Arie pun siap menyantap setangkup roti daging tiap pagi, sesekali ditambah abon sapi asal Solo.