Sri Rahayu Ningsih, Perempuan dari Geng Saracen
Pernyataan galak terpampang di akun Facebook Sri Rahayu Ningsih (Ny Sasmita) yang diunggah 8 Agustus, tiga hari sesudah ia ditangkap Kepolisian pada 5 Agustus di Cianjur, Jawa Barat. Tapi jika ia ditangkap, apakah ia juga yang mengunggah tulisan itu?
BUKTI KABINET ANDA GAGALKenapa harus ditangkapi aktivis medsos
Kenapa harus dibubarkan ormas Islam
Pasti ada yang tak beres, kenapa
Jika pemerintahan berjalan baik
Apa yang ditakuti
Jaman SBY mana ada yang ditangkapi, mana ada ormas yang dibubarkan
Ini bukti kegagalan kabinet anda kan!
Itu unggahan terakhir pada akun Sri Rahayu--yang kini tampaknya sudah tak aktif lagi, atau paling tidak, tak bisa menerima permintaan pertemanan dari akun lain, entah karena telah melampaui batas jumlah teman, atau memang dengan sengaja dibatasi.
Akun Facebook atas nama Sri Rahayu Ningsih (Ny. Sasmita) itu menjadi salah satu ‘primadona’ di jagat maya. Ia kerap mengunggah berita dan status yang begitu keras menentang pemerintahan Jokowi.
Dengan suntingan gambar seadanya dan teks yang diketik huruf kapital, akun ini begitu rajin mengunggah ‘konten’ cibiran setiap harinya, barang tiga hingga lima unggahan.
Itu hingga 8 Agustus. Kini, Sri Rahayu Ningsih resmi menjadi tersangka kasus penyebaran ujaran kebencian bersama dua anggota gengnya, Saracen.
Penangkapan Sri Rahayu menjadi salah satu gerbang yang menyingkap jaringan Saracen, sindikat yang dengan sengaja ‘menjual’ berita bohong, dengan konten yang disesuaikan dengan keinginan klien.
Hingga hari ini, Jumat (25/8), tiga orang sudah terjaring dalam sindikat penyebar berita bohong (hoax) bernama Saracen.
Sri Rahayu Ningsih sejauh ini satu-satunya perempuan dari tiga orang yang ditangkap--dan mungkin bertambah.
Sri menyebarkan berbagai konten berita bohong dan bernuansa SARA melalui media sosialnya sejak tahun lalu. Cibirannya diarahkan pada presiden, berbagai partai, ormas, hingga suku dan ras tertentu.
Ampuh betul memang akun Sri Rahayu Ningsih. Unggahannya mampu mengundang perhatian sejumlah besar warganet dan ‘mendorong’ mereka untuk turut membagikan berita dan opini yang ia sebarkan.
Berbagai komentar yang sebagian besar sepakat dengan dirinya pun kerap meramaikan unggahannya, lengkap dengan ujaran kebencian yang mendukung berita maupun opini terkait.
Peran Sri dalam Saracen cukup penting: sebagai koordinator wilayah Jawa Barat. Ia mengoperasikan akun Facebook pribadi dan beberapa akun lain yang bertujuan untuk meramaikan unggahan berita bohong yang sudah dikemas, lalu disebarluaskan melalui akun-akun tersebut.
Senjata Sri Rahayu berupa empat gawai yang digunakan untuk mengoperasikan akun-akun media sosial yang ‘dipercayakan’ padanya.
Bersama Saracen, Sri menjalankan tugas untuk menyebarkan berita bohong sesuai ‘pesanan’ dan besar bayaran (there’s no such free lunch). Tarif Rp 75 juta hingga Rp 100 juta menjadi harga yang dikenakan pada klien untuk membuat konten berita bohong sesuai dengan kebutuhan.
Jokowi bukan satu-satunya nama yang disasar Sri dan Saracen--entah atas pesanan klien mereka yang mana. Selain Jokowi, beberapa nama tokoh seperti Basuki Tjahja Purnama (Ahok) hingga Hary Tanoesoedibjo pun turut dicibir akun Facebook Sri.
Ah ya, Saracen memang tak pilih-pilih korbannya. Asal bayaran tersedia, semua bisa dijatuhkan.
Bahasa yang digunakan pada akun Sri kontroversial dan cenderung rasis, berhias adu argumen dengan basis ujaran kebencian.
Sri kini mendekam di bui bersama dengan dua anggota Saracen lainnya yang sudah tertangkap, Jasriadi sang Ketua Saracen dan Muhammad Faisal Tonang sang Ketua Bidang Media dan Informasi Saracen.
Mereka dijerat Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan UU Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.