Sindrom Patah Hati, Ini yang Terjadi pada Jantung Saat Mengalaminya
Para peneliti telah mengonfirmasi dalam beberapa tahun terakhir bahwa stres ekstrem dapat benar-benar menghancurkan hati seseorang.
Tidak hanya karena kehilangan pasangan, tetapi kehilangan pekerjaan, sedang mengalami kondisi kesehatan tertentu atau pemicu stres lainnya dapat dikaitkan dengan kondisi patah hati ini.Sindrom yang secara medis dikenal sebagai kardiomiopati takotsubo ini menyebabkan melemahnya ventrikel kiri, ruang pemompa utama jantung. Sindrom ini biasanya terjadi akibat stres emosinal atau fisik yang parah.
Inilah yang terjadi pada Joanie Simpson (63). Ia mengalami sindrom patah hati 2 tahun lalu setelah kematian anjing tercintanya.
Kematian anjing tercintanya hanyalah salah satu dari banyak masalah yang ia miliki saat itu. Suaminya hampir pensiun, penjualan beberapa propertinya tidak berjalan mulus hingga putranya sedang sakit punggung yang semakin memburuk.
Beberapa hari setelah anjingnya meninggal, Simpson terbangun dengan rasa sakit di dada dan bahu. Takut akan gejala serangan jantung, akhirnya ia memeriksakan dirinya ke ahli jantung, Abhijeet Dhoble, MD, di Memorial Hermann Heart & Vascular Institute Houston.
Setelah melakukan beberapa tes, ia menemukan penyebab berbeda dari rasa sakitnya: patah hati.
Lebih dari 6.200 kasus sindrom patah hati dilaporkan pada 2012 di Amerika Serikat, naik dari sekitar 300 pada 2006, kata Dhoble. Sebagian besar pasien adalah wanita.
Menurutnya, peningkatkan penyakit ini kemungkinan karena banyak orang yang sadar akan masalah-masalah yang sedang dihadapinya.
Melansir WebMD, nyeri hebat dapat memicu sindrom ini. Begitu juga serangan asma, pertengkaran sengit, pesta kejutan, atau bahkan berbicara di depan umum.
Gejala yang menyerupai serangan jantung, paling sering adalah nyeri dada dan sesak napas. Mual, muntah, dan jantung berdebar juga bisa terjadi. Tetapi hanya pengujian yang dapat menunjukkan diagnosis, kata Dhoble.
Untungnya, 95% pasien pulih dalam satu hingga dua bulan.
"Biasanya prognosisnya cukup baik," kata Decker, seorang asisten profesor kedokteran di Michigan State University.
Pasien biasanya mendapatkan obat yang sama yang digunakan untuk mengobati gagal jantung kongestif untuk mendukung dan memperkuat jantung.
Kematian jarang terjadi pada orang yang tidak memiliki komplikasi, dengan tingkat kematian kurang dari 3%.
"Mereka yang mengalami komplikasi juga lebih mungkin meninggal dalam waktu 5 tahun setelah kejadian daripada mereka yang tidak memiliki komplikasi," jelas Davide Di Vece, MD, seorang peneliti di University Hospital Zurich.
Berita Terkait:
- Sedang Mandi, Gadis 18 Tahun Meninggal Akibat Jantungnya Berhenti Tiba-tiba
- Jelang Libur Lebaran, Ketahui Manfaatnya untuk Kesehatan Fisik dan Mental
- Peneliti Ungkap Pengguna Vape Justru Berisiko Serangan Jantung dan Stroke
- Studi: Tidur Kurang dari 7 Jam per Malam Tingkatkan Risiko Penyakit Jantung
- Koma Tiga Minggu, Bocah 13 Tahun Ini Sadar Setelah Cium Bau Deodoran