Review Film: Mantan Manten
Film 'Mantan Manten' bukan film drama romantis biasa yang bakal mengumbar kata romantis dan kemesraan seperti yang ditemukan pada genre sejenisnya. Ia menawarkan sesuatu yang baru dengan gaya penceritaan yang unik dan menyentil.
Dan butuh waktu yang cukup lama untuk memahami apa yang sebenarnya ingin disampaikan oleh film besutan Farishad Latjuba ini, karena banyak layer dan pengembangan karakter di dalamnya.Ditambah lagi dengan persoalan dukun manten (paes) yang di satu sisi menjadikannya kejutan yang membuat dahi berkerut, sekaligus juga menarik untuk diikuti.
Mantan Manten sebuah film drama tak biasa yang menggabungkan kisah cinta kekinian dengan tidak melupakan akar budaya daerah yang kental. Unik dan berkesan.
(Baca juga: Review Film: Dilan 1991)
Film Mantan Manten dibuka dengan adegan romantis Yasnina (Atiqah Hasiholan), manajer investasi sukses dengan pasangannya Surya (Arifin Putra). Keduanya di mabuk asmara.
Namun, masalah muncul ketika Yasnina dikhianati Iskandar (Tyo Pakusadewo) dalam sebuah kasus di perusahaannya. Iskandar adalah ayah dari Surya. Semua berubah, hidup Nina tak lagi sama. Ia terpuruk dan kehilangan segalanya, kecuali sebuah villa di Tawangmangu yang tidak disita karena belum ganti nama.
Villa itu kini menjadi harapan satu-satunya Yasnina untuk bangkit lagi. Namun untuk mengambil kembali villa tersebut, Yasnina harus berhadapan dengan pemilik villa sebelumnya, seorang dukun manten (paes) bernama Marjanti (Tutie Kirana). Ia tak ada pilihan lain selain menjadi asisten dan kemudian melanjutkan kiprah sebagai seorang pemaes.
Takdir kembali memertemukannya dengan Surya dan Iskandar. Tapi kali ini, Yasnina tak lagi sama.
(Baca juga: Review Film: Keluarga Cemara)
Ditulis bersama Jenny Jusuf, Farishad Latjuba membuat film Mantan Manten berbeda dari garapan film biasanya. Penonton benar-benar harus melepas gambaran bagaimana sebuah film drama romantis harus berjalan seperti yang diharapkan, dan mencernanya dengan baik.
Ini adalah kisah cinta Yasnina, karakter perempuan modern yang dihadapkan pada pilihan hidup untuk bertahan. Semangatnya untuk tak menyerah pada keadaan, menerima tantangan, serta berserah diri membuat pengembangan karakternya menjadi salah satu yang menarik untuk diikuti di sepanjang film.
Meski chemistry bersama Arifin Putra kurang tergali dengan baik, Atiqah Hasiholan memainkan Yasnina dengan sangat meyakinkan. Tunggu sampai adegan menuju penghujung film yang menghanyutkan dan menimbulkan rasa empati.
Para pemain lain yang tak kalah mencuri perhatian adalah Tutie Kirana sebagai Marjanti dan Tyo Pakusadewo sebagai Iskandar. Kehadiran kedua pemeran ini membuat Mantan Manten menjadi salah satu film yang sayang untuk dilewatkan begitu saja. Sementara, di sisi komedi dari karakter Darto yang dimainkan Dodit Mulyanto cukup menggelitik dan menghibur.
Di luar itu, pilihan naskah untuk menggali peran dukun manten di adat Jawa, khususnya Keraton menjadikan film ini punya nilah lebih tersendiri. Mantan Manten mengingatkan betapa kaya budaya Indonesia dan potensinya yang menarik untuk ditemukan dan disodorkan lewat medium film. Sebuah gebrakan yang bisa jadi inspirasi buat filmmaker lainnya.
Film Mantan Manten tayang di bioskop Indonesia mulai 4 April 2019.