PR Komdigi: Berantas Aplikasi Belanja yang Ancam Industri Lokal
Uzone.id – Kemarin, Senin (21/10), Kominfo baru saja berganti kepemimpinan sekaligus mengubah nama mereka menjadi Kementerian Komunikasi dan Digital atau yang disingkat Komdigi. Meski mengalami perubahan struktural dan nama, hal tersebut tampaknya tidak akan mengubah permasalahan yang harus diberantas Komdigi.
Belum lama ini, Komdigi baru saja memblokir aplikasi Shein. Berasal dari Tiongkok, Shein (dibaca she-in) merupakan sebuah aplikasi yang didirikan di kota Nanjing pada tahun 2008 silam. Perusahaan ini lahir dari seorang pengusaha kelahiran Amerika sekaligus pemegang saham terbesar bernama Chris Xu.Bermula dari tempat untuk mencari pakaian murah asal Tiongkok secara digital, Shein berhasil bertransformasi menjadi sebuah perusahaan dagang raksasa. Dengan harga pakaian yang murah, serta kemudahan pengiriman ke 150 negara membuat aplikasi ini menjadi populer.
Shein punya model bisnis mirip seperti Amazon. Pasar daring yang satu ini menyatukan sekitar 6.000 pabrik di mana perangkat lunak manajemen internal mereka akan mengumpulkan data terkait barang yang laku terjual dan tidak. Berdasarkan penyelidikan Rest of World tahun 2021, Shein akan menambahkan sekitar 2.000 produk baru setiap harinya.
Menurut Komdigi, aplikasi Shein berpotensi merusak ekosistem fashion lokal Tanah Air sebab aplikasi ini mengusung format ‘direct to consumer’. Artinya, produsen, pabrik, atau pemilik merek akan menjual produk tanpa perantara sehingga memiliki harga jual yang lebih murah. Jika dibiarkan, UMKM lokal akan menjadi pihak yang paling banyak terdampak.
Meski punya harga murah, Shein lebih banyak bawa dampak negatif
Rata-rata produsen yang terdaftar di Shein hanya memproduksi 50-100 lembar untuk satu jenis barang setiap produksinya. Baru ketika sudah populer maka produsen akan memproduksinya secara massal.
Harga yang murah turut didapat dari penggunaan bahan baku seperti nilon dan poliester yang melalui banyak proses kimiawi yang dampaknya buruk untuk lingkungan. Penggunaan poliester murni yang cepat dan konsumsi minyak yang besar oleh produsen menghasilkan jumlah CO2 yang sama dengan sekitar 180 pembangkit listrik tenaga batu bara.
Akibatnya, pabrik akan meninggalkan sekitar 6,3 juta ton karbon dioksida per tahun—angka yang jauh di bawah target 45% untuk mengurangi emisi karbon global pada tahun 2030, yang menurut PBB perlu diterapkan oleh perusahaan mode untuk membantu membatasi pemanasan global, melansir dari TIME.
Secara keseluruhan, industri mode bertanggung jawab atas pelepasan lebih dari 10 persen emisi karbon. Merek besar seperti Burberry, PUMA, dan Hugo Boss merupakan tiga dari 40 perusahaan mode dan pakaian olahraga yang ikut menandatangani Piagam Industri Mode untuk Aksi Iklim.
Piagam Industri Mode untuk Aksi Iklim sendiri diusung oleh PBB dengan tujuan untuk mendorong industri mode mencapai emisi GRK nol bersih paling lambat tahun 2050.
Di masa depan, mungkin akan lebih banyak lagi aplikasi serupa yang muncul dan menjadi tantangan baru untuk Komdigi. Namun, berkaca dari kasus Temu dan Shein, tampaknya Komdigi sudah siap dan mengantisipasi hal tersebut.