Nasib Pabrikan Lokal Terancam Kebijakan Kendaraan Listrik
Uzone.id - Regulasi soal kendaraan listrik lagi rame dibahas nih, karena dikabarkan bentar lagi bakal diterapkan di Indonesia.
Udah seurgent inikah kendaraan listrik? Semenarik apa kendaraan yang udah gak perlu ngisi bensin ini untuk dibeli di Indonesia?Jadi, regulasi soal kendaraan listrik akan diterapkan dalam bentuk Peraturan Presiden (Perpres) Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB).
Menariknya, pada draft final Perpres ada beberapa hal menarik terkait dengan industri kendaraan listrik, soal kandungan lokal dan juga insentifnya.
Tonton video review Glory 560, Lebih Baik dari Rush Terios?
Pada pasal 1, KBL adalah Kendaraan Bermotor Listrik berbasis baterai. Pada pasal lain diatur soal industrinya, khususnya mengenai berapa syarat kandungan lokalnya.
Pada Bab II, bagian ketiga yang mengatur Tingkat Komponen dalam Negeri untuk Kendaraan Bermotor Listrik berbasis baterai.
Pasal 8a disebutkan, untuk kendaraan listrik roda dua atau tiga sepanjang 2019 – 2023 TKDN minimum 40%. Tahun 2023 – 2025 minimum 60%, dan tahun 2025 dan seterusnya minimum 80%.
Ini lama banget. Emang untuk memberikan keringanan buat pabrikan dalam melokalisasi mobil listrik, sampai 2025 alias lima tahun kedepan, barulah 80 persen komponennya udah lokal.
Udah begitu, soal insentif, di regulasi ini mengatur pembebasan bea masuk impor kendaraan listrik, hingga pembebasan pajak masuk mesin-mesin – sebagai barang modal – yang dibutuhkan industri pembuat/perakit kendaraan listrik tersebut.
Artinya, para pemasok komponen lokal baru bisa berjaya setelah lima tahun--termasuk pabrikan lokal baru akan bisa berjaya setelah lima tahun!
Gak ada perlindungan pada produsen lokal, karena diatur bahwa perusahaan produsen kendaraan bermotor listrik adalah perusahaan yang didirikan dengan dasar hukum Indonesia serta beroperasi di wilayah Indonesia--jadi bisa siapa aja dari negara mana aja.
Dengan begini, di masa-masa awal percepatan, pabrikan lokal dipastikan akan kalah dari pabrikan asing, karena dengan jangka waktu lokalisasi yang kelamaan itu, mereka pasti mengandalkan impor yang lebih murah dan cepat.
Perusahaan asing itu sulit kalau harus berinvestasi besar-besaran lagi, yang baru kemarin aja belum balik modal untuk mesin bakar, ini udah harus inves lagi untuk mobil listrik.
Karenanya, sambil 'mencicil' TKDN, dikasih napas 5 tahun untuk semi-semi mengimpor, yang itu tadi, jelas lebih murah dan cepat.
Sementara untuk pabrikan lokal, waktu 5 tahun untuk mengembangkan semuanya sendiri, tentu waktu yang sangat singkat sekali, apalagi kalau gak didukung pendanaan yang memadai.
Kalaupun mereka bisa membuat produk mobil atau motor listrik, produk mereka akan kalah saing dari produk-produk impor, baik secara spesifikasi, maupun harga jualnya.
Biaya bikin sendiri di dalam negeri akan jauh lebih mahal dibanding beli secara impor, apalagi karena bea masuknya gratis.
Contoh sederhana, bagaimana nasib Gesits, motor listrik garapan lokal yang sampai sekarang pun belum juga diluncurkan.
Tonton video test ride review Yamaha R25:
Ketika diluncurkan dan regulasi itu udah berjalan, maka motor listrik Gesits akan dengan mudah dipatahkan Honda PCX listrik yang bisa diimpor tanpa biaya masuk!
Jadi, selain fokus pada percepatan agar Indonesia bisa jadi negara industri kendaraan listrik, akan jauh lebih baik, para pelakunya juga berasal dari Indonesia, alias lokal--bukan aseng-aseng lagi yang diembel-embeli "Indonesia".
Karena kalau dibiarkan, rakyat Indonesia akan selamanya hanya menjadi pembeli, bukan pembuat, dipaksa jadi konsumtif, tanpa dikasih akses dan dilindungi untuk berkembang secara industri.
Kendaraan listrik makin berkembang di Indonesia? Iya, tapi yang untung ya pabrikan asing lagi--karena mereka lebih siap secara industri dan pendanaan, plus insentif dari pemerintah.
Jadi, entah kapan Elon Musk-Elon Musk asal Indonesia bisa punya perusahaan sendiri dan memasarkan Tesla-Tesla-nya gak hanya di Indonesia, tapi dunia..