Menjalani era millenial digital
Tak terasa kita telah melangkah ke tahun 2017 dan meninggalkan tahun 2016.
Bagi industri teknologi informasi dan komunikasi, tahun 2016 yang lalu adalah era generasi millenial menguasai ranah digital.Generasi millenial sebagai digital native sudah mulai terbiasa dan merasa nyaman berhubungan dengan dunia maya. Perilaku kelompok yang hadir di era internet sudah massif ini memperlakukan sebuah aplikasi sebagai bagian dari kehidupannya.
Dalam kalkulasi App Annie pertumbuhan pasar aplikasi di Indonesia sangat luar biasa dalam dua tahun terakhir. Terlebih setelah melihat sukses aplikasi ridesharing Go-Jek dan sejenisnya.
Dibanding 2 tahun lalu, pertumbuhan pasar aplikasi di Indonesia mencapai 85%, global lebih dari 100%. Dalam 2 tahun terakhir, waktu yang dihabiskan di aplikasi belanja tumbuh 530% dan aplikasi transportasi atau ride sharing 1650%.
Hal yang mengejutkan adalah menularnya gaya hidup kaum millenial ke generasi yang lahir sebelum teknologi internet hadir atau biasa disebut dengan digital immigrant.
Benar, transformasi digital tak bisa dihindari lagi di semua sektor. Disruptive, itulah kesan pertama yang didapat ketika teknologi digital banyak memangkas "intermediaries" dalam supply chain. Lihat saja yang terjadi di sektor transportasi, khususnya moda darat, dimana penguasaha taksi merasa terganggu dengan kehadiran Grab atau Uber sepanjang 2016.
Pada 2017 ini, diperkirakan aksi disruptive dari teknologi digital akan kian massif seiring terus membaiknya kehadiran infrastruktur broadband di Tanah Air. Tentunya, semua ini harus diikuti oleh kehadiran aturan main yang lebih jelas agar gesekan antara pemain tradisional dan pebisnis digital tak bikin "heboh" lagi seperti tahun lalu di sektor transportasi.
Banyak regulasi terkait dengan kehadiran pemain aplikasi ini belum dituntaskan oleh pemerintah, seperti aturan untuk Over The Top (OTT), aturan teknis tentang data center, dan lainnya.
Di sektor hulu alias regulasi untuk operator pun masih banyak yang "gantung" atau belum diselesaikan seperti perhitungan ulang biaya interkoneksi dan perhitungan biaya dasar layanan data yang lebih transparan bagi pelanggan.
Selain regulasi mutakhir, tentunya dibutuhkan edukasi dan literasi dalam menggunakan internet bagi semua pemangku kepentingan agar era digital yang memiliki filosofi bebas bertanggungjawab bisa dijalankan.
Sinyal yang dikeluarkan pemerintah jelang tutup tahun 2016 akan memperketat konten yang beredar di media sosial harus dianggap sebagai peringatan serius bagi semua pengguna informasi bahwa dunia maya dan dunia nyata tak jauh berbeda kode etiknya.
Tensi politik yang tinggi karena adanya Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak dan kondisi ekonomi global yang tak menentu pada 2017 membuat media sosial menjadi alat pertempuran untuk mencapai tujuan bagi sekolompok orang. Ini karena media sosial merupakan media yang sangat efektif, mudah, murah, cepat dan cakupannya sangat luas, serta sudah mulai menggeser media tradisional.
Tentunya, kita harapkan pemerintah tak gagap menghadapi perubahan ini dan bereaksi reaktif dengan menunjukkan "kekuasaan" kepada kondisi terkini. Pemerintah harus tetap fokus memburu para "tikus" yang merusak ekosistem dunia maya dengan mendorong self regulation, tanpa harus panik dengan mengeluarkan aturan yang justru membakar "lumbung" dari salah satu penopang ekonomi di masa depan nantinya.
Selamat Tahun Baru 2017