Langkah Pertama : Stasiun Bandung
Sore itu, Kamis 21 Juli 2016, kami ber-enam berkumpul di Stasiun Bandung untuk memulai perjalanan ini. Dengan membawa perlengkapan yang sudah dibuat
list sebelumnya dan diiringi semangat yang menggebu, langkah pertama pun kami injakkan.
Dari kiri ke kanan : Afif – Saya – Dzikry – Cis – Insani – Adut
Kami berangkat menggunakan kereta ekonomi jurusan Bandung – Malang. Harga tiket waktu itu adalah Rp. 160.000 . Jadwal keberangkatan kereta ini pukul 16.50 WIB.
Catatan : Kereta dari Bandung – Malang hanya berangkat pukul 16.50 setiap harinya
Kami naik lebih cepat karena takut tertinggal?
Romantisme tidak selalu antara lelaki dan wanita?
Akhirnya pada pukul 09.00 WIB kami sampai di Stasiun Malang dengan badan lumayan remuk karena kursi ekonomi yang tegaknya mendekati 90 derajat hahaha. Kami pun mencari sarapan di pujasera depan stasiun. Saya pribadi merekomendasikan pujasera ini karena selain dekat dengan stasiun, pujasera ini bersih dan harga makanan yang ditawarkan pun sangatlah terjangkau bagi para pendaki. Jangan kaget juga jika banyak supir angkutan umum yang menawarkan jasanya kepada kalian. Tentunya pendakian Gunung Semeru sudah sangat terkenal, jadi dengan
carrier besar yang kalian bawa akan mengundang tawaran para supir angkutan umum tersebut.
Stasiun Malang dari depan
Pujasera dengan pilihan makanan yang sangat beragam
Setelah makan kami pun bergegas mencari penginapan karena dalam rencana yang kami buat pendakian akan dimulai esok hari. Beruntung salah satu teman kami sedang berada di Malang sehingga dia dapat membantu kami dalam mencari penginapan.
Mendapat rekomendasi dari Hilman yang sudah pernah mendaki Gunung Semeru, kami pun pergi menuju Wisma Trisula (
recommended) yang letaknya tidak jauh dari Stasiun Malang. Hari itu pun kami habiskan untuk beristirahat di wisma dan membeli keperluan logistik yang belum lengkap.
Harga kamar di Wisma Trisula : 250 ribu rupiah/malam (Dua kasur, ac, kulkas, kamar mandi dalam, ruang tamu, televisi)
Rute Stasiun Malang – Wisma Trisula
Pasar Tumpang, Mba Nur, dan Ranu Pani
Keesokan harinya setelah badan kembali segar, pukul 07.30 kami bergegas menuju Stasiun Malang kembali untuk mencari carteran angkot menuju Pasar Tumpang. Baru saja beberapa saat kami sampai, seorang supir angkutan kota menghampiri kami dan langsung menawarkan jasanya. Namanya adalah Pak Supri. Orangnya ramah dan banyak bercerita. Dia menawarkan angkotnya untuk kami pakai menuju Pasar Tumpang. Tanpa banyak berpikir, kami pun segera mengiyakan tawaran beliau.
Harga carter angkot : 120 ribu/angkot Lama perjalanan Stasiun Malang – Pasar Tumpang : +- 1 jam
Sepanjang perjalanan Pak Supri banyak sekali bercerita tentang pengalamannya. Dari cerita itu juga kami disarankan untuk tidak turun di Pasar Tumpang tetapi dibawa menuju rumah Mba Nur yang tidak jauh juga dari pasar. Mba Nur adalah salah seorang pemilik
Jeep yang sudah kenal baik dengan Pak Supri. Karena kami tidak mau ribet juga untuk mencari
jeep lagi, tawaran Pak Supri kembali kami iya kan. Tidak salah memang kami dibawa ke rumah Mba Nur. Ketika sampai, kami langsung disambut dengan hangat. Kami juga disuguhi teh manis untuk diminum. Seluruh simaksi pun ikut diurus oleh Mba Nur. Bahkan ketika kami hendak meminjam tenda, Mba Nur juga yang mencarikannya. Oiya satu lagi, ketika kami hendak mencari sarapan, Mba Nur juga meminjamkan sepeda motornya untuk kami pakai. Sangat tidak menyesal kami dibawa dulu ke rumah Mba Nur. Terimakasih banyak Mba? Akhirnya
jeep yang kami sewa datang.
Carrier pun diikat dan kami naik pada badan
Jeep tersebut.
Harga sewa jeep : 650 ribu./ jeep (maksimal 12 orang) Lama perjalanan Pasar Tumpang – Ranu Pani : +- 2 jam
Kalian akan disuguhi pemandangan yang sangat indah dalam perjalanan menuju Desa Ranu Pani. Jadi saya sarankan jangan sampai kalian tertidur ya hahaha.
Taman Nasional Bromo Tengger Semeru
Setelah sampai di Desa Ranu Pani, kami pun segera mencari porter. Maklum, hampir semua dari kami adalah pendaki pemula sehingga butuh tenaga tambahan untuk membawa logistik hahaha. Disana kami bertemu dengan Mas Slamet. Negosiasi pun dilakukan dan kami sepakat untuk bertemu Mas Slamet di Ranu Kumbolo nantinya.
Harga jasa porter : 200 ribu/hari
Sebelum memulai pendakian, kami diwajibkan untuk mengikuti
briefing dari relawan Gunung Semeru. Banyak sekali informasi yang kami terima dari penjelasan para relawan tersebut. Kelengkapan kalian pun akan dicek terlebih dahulu sebelum nantinya mulai mendaki. Tentunya semua hal ini dilakukan untuk menjaga keselamatan para pendaki.
Salah satu informasi yang akan dijelaskan oleh para relawan
Tidak lupa juga kalian diwajibkan untuk membeli tiket masuk dan meninggalkan jaminan berupa kartu identitas.
Harga tiket masuk : Senin – Jumat Rp.17.500/hari/orang Sabtu – Minggu Rp.22.500/hari/orang
Bonus view dari Desa Ranu Pani
Langkah kedua : Memulai Pendakian
Briefing dan pengecekan kelengkapan telah selesai dan jam menunjukkan pukul 14.30. Kami memutuskan untuk mengisi perut terlebih dahulu sebelum memulai pendakian. Di Desa Ranu Pani ini terdapat beberapa warung makan, toko
adventure gear, toko cenderamata, aula, dan musholla. Jadi, kalian tidak perlu khawatir bila ada perlengkapan kalian yang tertinggal atau hilang karena di Ranu Pani ini kalian masih bisa mencari penggantinya. Akhirnya pukul 14.50 kami berenam pun memulai pendakian. Dimulai dengan doa tentunya.
Jalur pendakian Ranu Pane – Ranu Kumbolo
Baru 15 menit sudah tumbang hahaha
Puncak yang terlihat masih jauhhh
Dari pos pendakian Ranu Pani menuju Ranu Kumbolo terdapat empat pos bayangan. Di antara keempat pos itu juga dapat dijumpai penduduk sekitar yang menjual aneka gorengan, air, semangka, dan lain – lain.
Masih bisa tersenyum bahagia
Setelah melalui hampir lima jam pendakian yang berarti sekitar pukul 19.00 , keberadaan Ranu Kumbolo pun akhirnya bisa kami rasakan. Kala itu dengan kondisi gelap dan dingin tentunya kami pun mencari tenda yang sudah dibawa porter sebelumnya. Sekedar mengingatkan, suhu Ranu Kumbolo pada malam hari sangatlah dingin. Jangan lupa memakai pakaian berlapis, jaket, dan juga sarung tangan untuk tetap menjaga suhu tubuh kalian.
Ranu Kumbolo malam hari (gabawa tripod hiks)
Dinginnya Ranu Kumbolo membuat kami ingin cepat memasak makanan. Makanan yang kami masak malam itu rasanya makanan terenak yang pernah kami buat hahaha. Setelah merapihkan peralatan kami pun bergegas untuk tidur agar dapat menikmati
sunrise esok hari. Sekitar pukul 05.00 kami bangun dari tidur untuk bersiap menikmati keindahan matahari terbit di tepian Ranu Kumbolo. Tidak lupa kami membuat coklat hangat terlebih dahulu untuk menghangatkan tubuh. Saat matahari mulai menampakkan dirinya, kami seketika termenung dan terkagum.
Coklat panas menemani pagi kami di Ranu Kumbolo
Foto kali – kali boleh laahh
Warna – warni Ranu Kumbolo
Mitos Tanjakan Cinta, Oro – Oro Ombo, dan Cemoro Kandang
Keindahan Ranu Kumbolo sebenarnya membuat kami sangat betah berada disana. Namun pendakian harus tetap dilanjutkan. Tepat pukul 09.30 setelah semua perlengkapan kami siapkan, perjalanan pun kami lanjutkan. Oiya, kami juga memakai kembali jasa porter untuk membawa beberapa keperluan sampai dengan Kalimati. Untuk mencapai Oro – Oro ombo, kami harus mendaki terlebih dahulu Tanjakan Cinta. Pasti sebagian besar dari kalian sudah mengetahui mitos tentang tanjakan ini. Ya, mitos yang menyebutkan apabila kalian mendaki tanjakan ini tanpa berhenti dan menoleh ke belakang, kalian akan mendapatkan jodoh hahaha. Sejujurnya saya tidak terlalu peduli dengan mitos ini karena sungguh sangat sulit untuk tidak melihat keindahan Ranu Kumbolo dari tanjakan ini.
Tanjakan Cinta (Photo by @zharfanst)
View Ranu Kumbolo dari Tanjakan Cinta
Setelah melewati Tanjakan Cinta, kalian akan melihat hamparan luas padang rumput yang bernama Oro – Oro Ombo.
Briefing di awal menjelaskan bahwa tanaman yang berada disini bukanlah lavender melainkan hama yang bernama
Verbena Brasiliensis. Jadi, kalian boleh memetik tanaman ini (dianjurkan untuk dicabut dan disimpan di tempat) dengan syarat tidak membiarkan bunganya berjatuhan di jalan yang akan menyebabkan hama ini tersebar kembali.
Di jalan kami bertemu dengan sesama pendaki yang sangat membuat kami kagum. Dia memiliki keterbatasan fisik namun dengan tekad yang luar biasa dia bisa mencapai Oro-Oro Ombo hanya dalam waktu 2 hari kurang. Pendakian kali ini memang memberikan banyak arti dan makna bagi saya. Namun, rasa syukur lah yang paling saya rasakan kala itu.
Setelah melewati Oro – Oro Ombo kalian akan menemukan pos Cemoro Kandang. Seperti namanya, kawasan di Cemoro Kandang ini banyak ditumbuhi oleh pohon cemara. Jalur pendakian disini lumayan menguras tenaga. Kalian akan menemukan jalur yang sepertinya terus – terusan menanjak. Saya sendiri cukup sering untuk berhenti karena kewalahan dengan t
rek yang ada.
Istirahat di Cemoro Kandang
Puncak dari Cemoro Kandang
Dengan keletihan yang melanda, kami sampai di pos Jambangan. Disana kalian bisa melihat dengan jelas puncak Mahameru. Ada pedagang juga jika kalian ingin membeli air ataupun gorengan.
Kalimati dan Summit Attack!
Melanjutkan perjalanan dari pos Jambangan kalian akan sampai di Kalimati. Di kalimati ini adalah lokasi terakhir tempat kalian untuk mendirikan tenda.
Summit juga akan dimulai dari sini. Waktu itu kami tiba di Kalimati sekitar pukul 13.00. Tidak banyak yang kami lakukan selain beristirahat dan memasak. Hal itu kami lakukan agar dapat menghemat tenaga untuk
summit yang akan dimulai pada pukul 23.00 malam nanti. Jika kalian kehabisan air, dengan berjalan sekitar 30 menit dari Kalimati kalian akan menemukan sumber air yang bernama Sumber Mani.
Saat malam tiba kami memutuskan untuk tidur terlebih dahulu sebelum memulai
summit. Pukul 22.30 kami semua bangun untuk mengisi perut dengan roti terlebih dahulu. Beruntunglah kami karena saat itu ada rombongan dari Bandung yang juga akan berangkat
summit. Awalnya kami sedikit khawatir karena saat briefing, relawan menjelaskan bahwa jalur menuju puncak lumayan berbahaya. Namun karena kami berangkat bersama rombongan yang salah satunya sudah pernah ke puncak, rasa khawatir kami pun hilang. Dengan bermodal tas kecil, air minum, dan
headlamp kami semua memulai
summit. Pada awalnya trek yang kami lalui tidak begitu sulit. Masih banyak pepohonan di sekeliling kami. Awalnya saya juga mempertanyakan kenapa summit harus dimulai pukul 23.00 jika treknya tidak terlalu sulit. Namun, saat vegetasi mulai tidak ada, pendakian mulai terasa sangat berat. Trek pasir dan batu sangat sulit untuk dipijak. Ketika mencoba melangkah kalian pasti akan turun kembali. Kata – kata orang mengenai naik dua langkah dan turun satu langkah memang benar adanya. Ditambah dengan suhu yang sangat dingin serta angin yang cukup kencang menambah sulit pendakian. Fisik dan mental kalian benar – benar diuji disini. Setelah perjuangan yang sangat berat, pukul 04.30 saya, afif, insani, dan cis sudah sampai di puncak. Namun karena belum ada matahari dan angin di puncak sangat besar kami memutuskan untuk diam dulu dibalik batu besar. Ketika matahari mulai muncul, kami pun bergegas untuk naik ke puncak. Melihat pemandangan dari puncak, semua lelah kami rasanya terbayar. Indonesia memang indah !
Puncak tertinggi Pulau Jawa
Trek pendakian, view saat turun sangat indah!
Sebelum jam 10.00 kalian sudah harus turun dari puncak!
Sepertinya rasa cinta kalian terhadap Indonesia akan semakin besar setelah mencapai puncak Mahameru. Banyak pendaki yang menangis dan mencium bendera merah putih ketika sampai di puncak ini. Pengalaman ini memberikan banyak makna untuk saya. Teruntuk kalian, ayo gapai Mahameru!