Kisah Pecalang Menjaga Lebaran 2018 di Pulau Bali
Denyut perayaan Idul Fitri terasa di Provinsi Bali. Meski sebagian besar warganya adalah pemeluk Hindu, masyarakat setempat berusaha menciptakan ruang nyaman bagi Umat Islam untuk merayakan hari besarnya.
Pecalang yang bertanggung jawab sebagai penjaga laku adat di Bali ikut mengamankan rangkaian kegiatan Idul Fitri. Kegiatan pengamanan musim Lebaran 2018 telah dilakukan sejak musim mudik hingga pelaksanaan salat Id.“Untuk salat Idul Fitri, total seluruh Bali kita perbantukan sebanyak 1.500 anggota pecalang yang terlibat di pengamanan. Masing-masing pecalang membantu pengamanan dengan berkoordinasi dengan aparat polisi dan TNI di desanya,” ujar I Made Mudra, Manggala Agung Pasikiam atau Kepala Pecalang se-Bali, kepada kumparan, Jumat (15/6).
Kesiagaan pecalang menjaga Idul Fitri telah dimulai sejak musim mudik tiba dengan menjaga rumah penduduk beragama Islam. Para pecalang tetap bersiaga dari desa hingga kota, ketika banyak warga Muslim melakukan ritual mudik ke luar Bali.
“Jadi rumah kosong sebagai pengamanan yang ada di wilayah masing-masing. Mereka juga sudah diminta melapor, sehingga memudahkan pemantauan,” tambahnya.
Di bagian lain, para pecalang yang berlokasi di jalur mudik ikut bersiaga. Pecalang ikut berjaga di pos-pos mudik membantu pengamanan lalu lintas baik jalur darat maupun jalur laut. “Perjalanan mudik ini kan juga rawan. Kita bersiaga di masing-masing pos mudik sepanjang perjalanan Padang Bay sampai Pelabuhan Gilimanuk.”
Islam di Bali merupakan minoritas. Dari total 4 juta penduduk Bali, 92 persennya adalah umat Hindu. Islam hanya mencatat 520 ribu penduduki. Banyak pendatang beragama Islam bekerja di Bali. Made juga menyiagakan seluruh pecalang di 1488 desa yang jumlahnya mencapai 44.600 orang.
Jumlah umat Hindu Bali yang lebih dominan dibanding umat Islam tidak serta merta membuat mereka saling menekan satu sama lain dalam kehidupan sehari-hari. Menjaga kegiatan ibadah agama lain adalah bagian dari tanggung jawab pecalang agar Bali senantiasa aman. Pengamanan juga dilakukan ketika Hari Natal tiba.
“Karena kita telah berkomitmen terhadap fungsi pokoknya, diminta atau tidak diminta siapapun seorang pecalang harus mengamankan masyarakat baik Hindu, Muslim, Nasrani, dan sebagainya,” ucap Made Mudra.
Dengan mengambil kata dasar celang yang berarti waspada, ia menjalankan fungsi pengamanan dibutuhkan setiap saat dan melayani setiap warga Bali. Keamanan warga Bali akan menjadi tanggung jawab para pecalang setiap waktu, termasuk warga Muslim. “Kita tidak memikirkan minoritas atau mayoritas,” tambahnya.
Mengamankan ibadah agama lain tidak berarti mengkhianati jati diri. Semboyan Tri Hita Kerana yang menjadi pegangan hidup Hindu Bali menjadi dasar toleransi para pecalang. “Dari Tri Hita Kerana, kita menghormati antar sesama manusia. Kita tidak melihat Hindu atau Non-Hindu, itu dasar tugas pecalang,” pungkasnya.