Ketika AS Belum Juga Nyerah untuk Singkirkan TikTok
Uzone.id – Rencana Amerika Serikat untuk memblokir TikTok semakin mudah terwujud. Hal ini ditandai dengan diresmikannya RUU yang bisa melarang TikTok beroperasi di AS pada hari Rabu, (13/03) waktu setempat.
Hubungan TikTok dan pemerintah AS (dan beberapa negara lainnya) memang tidak baik, bahkan cenderung panas. Apalagi TikTok merupakan aplikasi milik ByteDance asal China yang mana China dan Amerika Serikat selalu bersitegang dalam berbagai hal, termasuk teknologi.DPR AS dengan suara dominan 352 banding 65 menyetujui langkah yang akan melarang TikTok beroperasi di Amerika Serikat atau memaksa TikTok dijual pada pihak AS–jika ingin beroperasi di negara tersebut.
Tentu hal ini jadi ancaman serius bagi TikTok dan ByteDance, pasalnya aplikasi video pendek ini digunakan lebih dari 170 juta pengguna di Amerika Serikat dengan pengguna kebanyakan dari anak-anak muda.
Lalu, apa sih yang membuat TikTok terancam diblokir di AS dan bagaimana asal-usul TikTok tak akur dengan pemerintah AS? Berikut beberapa faktanya.
Kenapa hubungan TikTok dan AS tidak pernah ‘akur’?
Amerika Serikat menuduh Induk TikTok, ByteDance membagikan akses data penggunanya dengan pemerintah China. Tuduhan ini dituduhkan gara-gara UU China yang meminta para perusahaan untuk memberikan data personal yang berkaitan dengan keamanan nasional negara.
Berdasarkan UU ini, pemerintah AS melarang penggunaan TikTok karena pemerintah China berpeluang untuk mengakses data pengguna seperti data histori pencarian dan juga lokasi pengguna.
Untuk membuktikan kecurigaan ini, akhirnya FBI dan Departemen Kehakiman AS meluncurkan investigasi terhadap TikTok pada 17 Maret 2023, termasuk tuduhan bahwa perusahaan tersebut memata-matai jurnalis Amerika.
Isu ini semakin memanas setelah karyawan ByteDance ketahuan mengakses data dari 4 jurnalis Amerika Serikat lewat akun TikTok mereka. Hal ini terjadi pada akhir Desember 2022 lalu. Beberapa jurnalis yang ditargetkan adalah mantan reporter BuzzFeed Emily Baker-White, reporter Financial Times Cristina Criddle, dan 2 jurnalis lainnya.
Data-data itu diakses untuk melacak pergerakan fisik para jurnalis, dan kebenaran kabar ini sudah dikonfirmasi oleh pihak perusahaan. Pelakunya adalah kepala auditor internal perusahaan Chris Lepitak dan manajer yang berbasis di China. Motifnya adalah untuk mengetahui apakah para jurnalis ini berada di lokasi yang sama dengan karyawan mereka yang dituduh membocorkan informasi rahasia.
CEO TikTok Shou Zi Chew pun tampil di hadapan Komite Energi dan Perdagangan DPR untuk membela aplikasi tersebut pada 24 Maret 2023. Dalam kongres ini, sang CEO dicecar berbagai pertanyaan hingga kurang lebih 6 jam.
Anggota Parlemen bertanya seberapa sering Chew berhubungan dengan Pemerintah China dan bertanya soal Project Texas, ia juga dipojokkan dengan pertanyaan apakah TikTok merupakan aplikasi China atau bukan, dan Chew pun menjawab dengan tegas.
“TikTok bersifat global, bahkan tidak tersedia di China daratan, dan berkantor pusat di Singapura dan Los Angeles,” ujarnya.
Fokus lainnya adalah soal keamanan dan kesehatan para pengguna berusia muda yang menjadi sorotan dimana banyak konten yang menyesatkan pengguna muda sehingga kesehatan mental mereka terganggu.
Isu ini juga kembali dibahas pada Januari 2024 lalu, dimana TikTok bersama dengan platform lainnya dipanggil terkait tanggung jawab platform terhadap pengguna generasi muda.
Dalam sidang tersebut, Shou Zi Chew lagi-lagi dicecar pertanyaan soal hubungannya dengan pemerintah China. Ia kembali ditanya apakah dirinya WN China atau bukan, ia juga ditanya hubungan perusahaan tersebut dengan Tiongkok melalui perusahaan induknya, ByteDance.
Bukan pemblokiran pertama TikTok di AS
Sebelum meloloskan RUU ini, TikTok sebenarnya sudah berkali-kali terancam diblokir aksesnya di AS. Bahkan semenjak era Donald Trump pun, AS sudah mulai melakukan pelarangan pada aplikasi video pendek ini.
Karena tuduhan TikTok yang memiliki hubungan dengan pemerintah China, AS akhirnya melakukan pemblokiran aplikasi TikTok pada perangkat pemerintah AS. Aplikasi ini kemudian dilarang di ponsel yang dikeluarkan pemerintah di AS pada tahun 2022, dan pada tahun 2023 setidaknya 34 negara bagian sudah melarang TikTok dari perangkat pemerintah.
Hingga saat ini, setidaknya 50 universitas di AS telah melarang TikTok dari wifi kampus dan komputer milik universitas.
Lalu, apakah TikTok benar-benar akan dilarang sepenuhnya di AS?
Kemungkinannya, ya dan tidak.
Di bawah RUU baru ini, ByteDance memiliki waktu 165 hari untuk melepaskan diri dari TikTok, yang berarti mereka harus menjual platform media sosial tersebut ke perusahaan yang tidak berbasis di China, dan saat ini sudah ada beberapa pihak yang tertarik meminang TikTok seperti Mantan CEO Activision Blizzard.
Dilansir dari The Guardian, jika tidak melakukan perubahan dan lepas dari ByteDance, toko aplikasi termasuk Apple App Store dan Google Play akan dilarang secara hukum untuk menyediakan aplikasi TikTok dan aplikasi lainnya yang dikendalikan oleh ByteDance.
Para penyusun RUU tersebut berpendapat bahwa ini bukan akhir buat TikTok dan bukan merupakan pemblokiran karena mereka memberikan ByteDance kesempatan untuk menjual TikTok dan menghindari pemblokiran di AS.
Bagaimana tanggapan TikTok?
Oh tentu TikTok tidak tinggal diam. CEO TikTok Chew Shou Zi mengajak para pengguna TikTok khususnya di AS untuk "melindungi hak-hak konstitusional” mereka. Chew juga menyiratkan bahwa TikTok akan mengajukan gugatan hukum jika RUU tersebut disahkan menjadi undang-undang.
"Kami tidak akan berhenti berjuang dan mengadvokasi kalian," kata Chew dalam sebuah video yang diposting di X, Kamis, (14/03).
"Kami akan terus melakukan semua yang kami bisa, termasuk menggunakan hak-hak hukum kami untuk melindungi platform luar biasa yang telah kami bangun bersama kalian,” tambahnya.
Sebelumnya, TikTok juga mengirimkan notifikasi push ke lebih dari 170 juta pengguna di AS yang mendesak untuk menghubungi perwakilan pengguna tentang potensi pelarangan tersebut.
"Bicaralah sekarang - sebelum pemerintah Anda mencabut hak konstitusional 170 juta orang Amerika untuk berekspresi," demikian bunyi notifikasi tersebut.
Chew juga menegaskan kalau melarang TikTok akan memberikan "lebih banyak kekuatan kepada segelintir perusahaan media sosial lainnya” serta akan merugikan ratusan ribu pekerjaan, kreator, dan bisnis kecil di Amerika.
Mantan Presiden Donald Trump, juga mengklaim bahwa melarang TikTok akan memperkuat Meta yang platformnya, Reels, bersaing dengan TikTok secara langsung.