Kala Situsweb Digusur Aplikasi
Pada tahun 1962 ilmuwan Amerika Serikat bernama Dr. Joseph Carl Robnett Licklider mengungkapkan gagasan tentang dunia yang saling terkoneksi melalui rangkaian catatan berjudul “Intergalactic Computer Network.” Berselang 6 tahun, gagasan itu dipertajam dalam paper berjudul "The Computer as a Communication Device".
Secara konsep, internet telah lahir melalui dua karya pemikiran Licklider itu. Lalu, kelahiran internet tersebut disusul oleh kehadiran www alias world wide web pada 13 November 1990 oleh tangan-tangan peneliti Defence Advanced Research Project Agency (DARPA).
Secara umum orang menganggap internet ialah www. Padahal tidak demikian pengertiannya. Dalam penjelasan yang sederhana www ialah website alias situsweb, seperti www.tirto.id, www.google.com, maupun www.nytimes.com. Sementara internet, merujuk definisinya sendiri, merupakan sistem global dari jaringan komputer yang saling terhubung memanfaatkan internet protocol suite (TCP/IP), yang tak melulu soal www.
Perlahan tapi pasti, anggapan orang bahwa internet ialah www nampaknya akan berubah. Chris Anderson dan Michael Wolff, dalam tulisan di Wired, mengatakan secara tersirat bahwa masyarakat dunia kini telah meninggalkan website. “Anda menghabiskan waktu seharian di internet, tapi bukan di web,” tulis mereka.
Aplikasi smartphone, jadi sebab berpalingnya masyarakat pengguna internet dari situsweb atau www.
Aplikasi Menggeser Situsweb
Aplikasi pada ponsel telah hadir sebelum Steve Jobs meluncurkan iPhone di 2007. Misalnya melalui ponsel-ponsel berbasis Symbian yang telah ada sejak 1998. Namun, aplikasi yang tertanam di ponsel Symbian tidak memiliki bentuk sebagaimana masyarakat dunia mengenal aplikasi hari ini. Ini semua terjadi karena Symbian, sebagai sistem operasi, memang tidak dirancang cukup baik sebagai tempat aplikasi ponsel hidup.
Jason Snell, editor Macworld, bahkan mengatakan dalam artikelnya yang dimuat TechRepublic bahwa Symbian lebih merupakan “mesin email” alih-alih sistem operasi smartphone. Lalu, sebuah publikasi di Wired, Symbian disebut sebagai “artis yang telah menua dan kehilangan sorotan panggung utama.” Membuat aplikasi seperti yang masyarakat kenal hari ini, sukar dilakukan di Symbian.
Lalu, munculah revolusi itu. Ialah Apple yang meluncurkan App Store tepat pada 10 Juli 2008 lampau. Pada tanggal peluncuran tersebut ada 500 aplikasi, baik yang gratis maupun berbayar, untuk digunakan smartphone iPhone. Sejak saat itu, bagaimana masyarakat mengkonsumsi internet berubah.
Ada banyak jenis aplikasi. Mulai dari aplikasi untuk mempermudah pekerjaan hingga hiburan. Semua bidang, hampir memiliki aplikasinya masing-masing. Lalu, media-media online yang dahulu mengandalkan situsweb beralih membikin aplikasinya sendiri-sendiri. The New York Time misalnya. Menyambut kehadiran iPhone di tengah masyarakat, tepat pada 10 Juli 2008 mereka resmi merilis aplikasi smartphone media tersebut. Tirto.id pun memiliki aplikasinya sendiri selepas lebih dahulu hadir dalam rupa website.
Di Play Store, toko aplikasi Android, ada 3,5 juta aplikasi yang tersedia. Lalu, di App Store, ada 2,2 juta aplikasi.
William Jobe, peneliti dari Stockholm University, dalam papernya berjudul “Native Apps vs Mobile Web Apps” mengatakan bahwa ada banyak keunggulan aplikasi, yang selain berguna bagi si penerbit juga si pengguna. Keunggulan itu adalah performa yang lebih baik dibandingkan situsweb, segala fitur smartphone yang bisa dimaksimalkan melalui aplikasi, dan terakhir, pengguna hanya perlu sedikit klik jika ia memilih aplikasi dibandingkan membuka browser dan mengetik alamat situsweb.
eMarketer, firma analisis pasar, dalam sebuah survei yang dilakukan pada tahun 2015 mengungkap perubahan ini. Dari 1.059 warga AS yang jadi responden, 23,1 persen mengatakan bahwa mereka lebih memilih menggunakan aplikasi smartphone alih-alih mengunjungi situsweb. Pihak yang lebih memilih situsweb sendiri, hanya berjumlah 19,6 persen.
Dipacak dari Marketingland, data kunjungan layanan internet di AS mengungkap betapa kuatnya aplikasi atas situsweb. Misalnya pada Youtube. Layanan video itu dikunjungi 102,7 juta kali melalui aplikasi, tetapi jumlah pengunjungnya melalui situsweb hanya ada di angka 92,6 juta. Lalu, ada pula Gmail. Layanan email dari Google itu memiliki 70,3 juta pengunjung aplikasi dan hanya 21,4 juta pengunjung situsweb. Terakhir ada Netflix. Raksasa video streaming tersebut dikunjungi 34,8 juta orang via aplikasi. Mereka hanya memperoleh 8,9 juta pengunjung situsweb.
Mengapa Berubah?
Perubahan dari situsweb ke aplikasi terutama terjadi karena penetrasi pengguna smartphone atau perangkat mobile yang semakin dalam. Smartphone membuat orang memilih langsung menuju ke aplikasi yang sudah diunduh dari toko aplikasi. Sangat jarang orang membuka situsweb melalui browser.
Di Indonesia, merujuk laporan berjudul “Penetrasi & Perilaku Pengguna Internet Indonesia” yang dilakukan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), 44,16 persen pengguna internet Indonesia menggunakan perangkat mobile. Jumlah pengguna internet sendiri, per tahun 2017 lalu, berada di angka 143,26 juta orang.
Di AS, merujuk publikasi yang dilakukan Statista, ada 224,3 juta pengguna smartphone. Lalu, masih dalam survei yang dilakukan eMarketer, warga AS rata-rata menghabiskan 1 jam dan 52 menit menggunakan smartphone untuk bermain-main dengan aplikasi. Sedangkan untuk menjelajah www hanya menghabiskan waktu 24 menit.
Jobe, masih dalam papernya, mengungkap betapa kuatnya smartphone atau perangkat mobile di negara-negara berkembang. Kenya misalnya. Menurut Jobe, 54 persen pengguna internet negara di Afrika itu tidak pernah menggunakan komputer untuk mengakses internet, alias hanya mengenal perangkat mobile seperti smartphone.
Di masa depan, penggunaan smartphone diperkirakan semakin masif. Ini artinya, situsweb akan semakin terpinggirkan, bahkan bukan tidak mungkin akan menemui ajalnya.
Baca juga artikel terkait APLIKASI atau tulisan menarik lainnya Ahmad Zaenudin