Jakarta Smart City, Mimpi Era Ahok Atasi Masalah Ibu Kota
Konsep kota pintar (smart city) sudah diadopsi Pemprov DKI Jakarta sejak 2014 lalu. Sejumlah program disiapkan dengan mengoptimalkan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK).
Mengutip laman resmi Jakarta Smart City, konsep kota pintar ibu kota dibuat berdasarkan enam pilar yakni smart governance (pemerintahan transparan, informatif, dan responsif), smart people (peningkatan kualitas SDM dan fasilitas hidup layak), smart living (mewujudkan kota sehat dan layak huni), smart mobility (penyediaan sistem transportasi dan infrastruktur), smart economy (menumbuhkan produktivitas dengan kewirausahaan dan semangat inovasi), dan smart environment (manajemen sumber daya alam ramah lingkungan).
Sistem Jakarta Smart City yang dibangun di era Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) memungkinkan pengawasan terhadap wilayah tanpa tergantung laporan aparat setempat.
Dinas Komunikasi, Informatika, dan Kehumasan DKI Jakarta sebagai pengembang sistem Jakarta Smart City melakukan pengawasan terhadap wilayah melalui tampilan kamera cctv (closed circuit television), sensor elektronik yang terpasang di sejumlah wilayah. Salah satunya sensor pemantau ketinggian genangan banjir.
Pemantauan cctv dan berbagai sensor yang memantau beragam fasilitas umum di Jakarta bisa dipantau secara realtime melalui dashboard yang berada di gedung Balai Kota DKI Jakarta.
Sejak pertama kali diinisiasi pada 2014, Pemprov DKI Jakarta hanya memiliki 118 unit cctv yang terpasang di sejumlah objek vital. Di tahun 2019, Pemprov DKI Jakarta menambah jumlah cctv yang terpasang menjadi 7.678.
Di awal program, pemerintah DKI Jakarta mengandalkan aplikasi Qlue yang diperuntukkan untuk menampung laporan warga, dan Crop untuk aparat pemerintah provinsi DKI Jakarta dan aparat kepolisian.
Masyarakat bisa melaporkan beragam hal melalui Qlue, aplikasi serupa media sosial mulai dari kemacetan, banjir, jalan rusak, penumpukan sampah, hingga ketersediaan tempat tidur di rumah sakit.
Setiap laporan masyarakat berupa tulisan dan foto yang dipetakan secara digital kemudian dibuat terintegrasi dengan laman smartcity.jakarta.go.id dan aplikasi Crop. Aplikasi Crop diwajibkan terpasang di ponsel aparat Pemprov DKI Jakarta, khususnya lurah dan camat.
Seiring berjalannya waktu, Kepala Dinas Komunikasi, Informasi, dan Statistika (Diskominfotik) DKI Jakarta Atika Nur Rahmania menjelaskan saat ini pihaknya menerima aduan dari 12 kanal seperti Facebook, Twitter, Qlue, Jakarta Aman, atau laporan langsung ke Balai Kota dan sebagainya.
Di bidang Internet of Things, Jakarta juga sudah menerapkan kecerdasan buatan (AI) untuk keperluan video analytic dengan menggandeng startup penyedia analisa big data Nodeflux. Berkat pengolahan IoT, Pemprov DKI Jakarta telah mampu melakukan pemantauan terhadap para penunggak pajak kendaraan.
Implementasi solusi berbasis teknologi diharapkan bisa menjawab masalah masyarakat, mulai dari kemacetan, kualitas udara, hingga banjir.
Lihat juga:Sayup-sayup Batik Betawi di Ibu Kota |
Di bidang transportasi, Pemprov DKI Jakarta melakukan analisis kemacetan berdasarkan pengolahan data. Berikutnya, Pemprov akan melakukan analisis data, integrasi rute, fisik dan tarif melalui pengembangan divisi analytic data untuk memberi penilaian.
Menyoal masalah banjir, Jakarta telah dibekali dengan CCTV hingga sensor untuk mengukur dan memantau debit air di setiap pintu air. Seluruh data yang terkumpul kemudian akan ditindak lanjutin oleh unit terkait.
Beragam kecerdasan yang disiapkan diproyeksikan menjadikan Jakarta sebagai kota pintar sebelum 2025.
Jakarta diharapkan bisa menjelma menjadi kota pintar serupa Seoul, Korea Selatan atau Tokyo, Jepang.