Hypatia dan Akhir Kejayaan Matematika Yunani
Ahli matematika perempuan pertama, Hypatia, dilahirkan di Alexandria pada 370 Masehi. Ia dibesarkan oleh ayahnya, Theon, yang merupakan profesor matematika dan ahli astronomi ternama di Alexandria. Setelah kematian ibunya, Hypatia diawasi dengan serius oleh ayahnya, terutama untuk masalah pendidikannya.
Selain sebagai ilmuwan, Hypatia juga dikenal sebagai filsuf dan pendidik yang sangat dihormati di kota kelahirannya. Di bawah bimbingan ayahnya, Hypatia dapat mempelajari matematika, ilmu pengetahuan alam, sastra, filsafat, dan seni dengan sangat baik.Sejak kecil, Hypatia dikenal sebagai anak yang sangat pandai berkat kebiasaan dan pendidikan yang diberikan oleh Theon. Terlahir dari keluarga terpandang membuat Hypatia harus lebih unggul dibandingkan anak lainnya. Hal itulah yang membuatnya dapat melakukan banyak hal dengan sangat baik, termasuk bidang olahraga dan seni yang jarang dapat dilakukan oleh perempuan saat itu.
Setelah menyelesaikan sekolahnya di Athena, dengan bimbingan Plutarch, Hypatia kembali ke Alexandria. Ia pun diangkat menjadi profesor di universitas yang sama dengan ayahnya. Di sana Hypatia membuka kelas filsafat Plato dan setiap ia melakukan ceramah, kelasnya akan selalu dipadati oleh murid-murid yang tertarik dengan cara mengajar Hypatia.
Foto: commons.wikimedia.org
Oleh banyak orang, Hypatia dinilai sebagai seorang yang bijak, terlhat dari caranya mengajar. Bahkan banyak murid yang berasal dari luar Alexandria bersaing untuk dapat diterima di universitas agar dapat menerima pelajaran matematika dan filsafat dari Hypatia.
Menurut catatan sejarah, sebagian besar informasi mengenai kehidupan hingga perjalanan karier Hypatia didapat dari surat-surat yang ia tulis kepada salah seorang muridnya, Synesius dari Cyrene, di Yunani yang pada 411 menjadi Uskup Ptolemais.
Hypatia mengusulkan agar muridnya itu melaukan penelitian mengenai posisi bintang-bintang, dan mengukurnya dengan posisi bumi. Synesius juga diajarkan cara menghitung posisi planet dengan menggunakan sebuah astrolabe dan planisphere, alat yang telah ia rancang.
Oleh para sejarawan, Hypatia dianggap sebagai korban keserakahan para penguasa Alexandria. Hypatia, yang mempertahankan tradisi kepercayaan Yunani di tengah dominasi agama Kristen di Alexandria, dinilai telah merusak citra kota itu.
Tahun-tahun terakhir hidupnya dihabiskan dengan bersembunyi dari kejaran orang-orang yang telah diperintahkan oleh Orestes –seorang hakim Romawi di Mesir– dan Cyril, seorang pemimpin Kristen di Alexandria yang berkomitmen menghancurkan kepecayaan kuno Yunani.
Pada 415 Masehi, Hypatia ditangkap dan dibunuh oleh segerombolan orang yang telah dihasut oleh Cyril. Kematian Hypatia itu, bagi para sejarawan, menjadi tanda berakhirnya zaman keemasan matematika Yunani.
***
Sumber: Rolka, Gail Meyer. 2005. 100 Wanita yang Berpengaruh di Dalam Sejarah Dunia. Tangerang: Karisma