Ho Chi Minh: Sejarah Cemerlang Bapak Komunis Asia Tenggara
Harry Ashmore tidak bisa menutup kekagumannya kepada sosok Ho Chi Minh. Mantan editor The Arkansas Gazette itu menjadi salah satu orang Amerika Serikat (AS) terakhir yang berbincang kepada pendiri Partai Komunis Vietnam dan sejumlah partai komunis lainnya di Asia Tenggara itu.
"Ho laki-laki yang sopan, sangat cerdas dan tak punya rasa bermusuhan," ujar laki-laki yang juga pegiat Center for the Study of Democratic Institutions, mengenang kunjungannya ke Hanoi pada 1967. Di kota itu, dia bertemu dengan "Paman Ho". Saat itu, Ho mengenakan pakaian pajama khas putih berleher tinggi—disebut cu-nao—lengkap dengan sandal karet terbuka.
Kontribusi Ho, yang meninggal pada 2 September 1969, tepat hari ini 50 tahun lalu, untuk gerakan kiri di Vietnam memang tidak perlu dipertanyakan lagi. Justus M. van der Kroef dalam Communism In South-East Asia (1981) mengisahkan bahwa sejak 1924 Ho Chi Minh banyak bersinggungan dengan Tam Tam xa, suatu organisasi revolusioner orang-orang Vietnam di Cina. Melalui berbagai pertemuan tercetus tekad kuat dalam diri Ho bahwa suatu partai politik yang kuat dibutuhkan untuk mengorganisir massa.
Akhirnya, pada 1925 Ho mendirikan Liga Pemuda Revolusioner Vietnam (dikenal juga sebagai Thanh Nien) di Kanton, Cina. Anggota Thanh Nien tersebar di seantero Indocina. Mereka bersaing dengan kelompok pelajar nasionalis dalam aksi-aksi pemogokan dan demonstrasi di jalanan.
Dua partai sosialis yang tidak beraliran Marxis-Leninis juga masuk dalam Tanh Nien. Pertama Tan Viet (Tan Viet Cach Menhor atau Partai Revolusi Vietnam Baru) yang berdiri pada 1926 dan VNQDD (Viet Nam QuocDanDangor atau Partai Nasional Vietnam) yang didirikan pada 1927.
Pada 1928 Ho mendapat tugas baru. Dia pergi ke Thailand dan menjadi pendamping Pemuda Komunis Siam (PKS) yang baru didirikan. Setelah itu, Ho juga berfungsi sebagai koordinator antara PKS, Partai Komunis Cina Komite Asia Tenggara, dan Partai Komunis Asia Tenggara dengan tetap memegang kendali atas Tanh Nien.
Sejumlah partai komunis pun lahir dari rahim Thanh Nien. Kader Thanh Nien di Tonkin mendirikan Partai Komunis Indocina. Sedangkan Komite Sentral Tanh Nien membentuk Partai Komunis Annam. Ho sendiri membina organisasi kader inti Tanh Nien yang komunis melalui Liga Komunis Indocina. Namun ketiganya malah berseteru.
Pada 27 Oktober 1929 Komintern mengirimkan arahan agar dibentuk suatu partai komunis tunggal di Indocina guna perseteruan antara tiga partai komunis tersebut berakhir. Secara resmi, pada 3 Februari 1930, ketiga rival tersebut merger ke dalam satu partai tunggal bernama Partai Komunis Vietnam (PKV).
Program PKV secara sederhana adalah menuntaskan "revolusi demokratik borjuis di Indocina". Revolusi ini mencakup "revolusi lahan", penggulingan rezim kolonial Prancis dan kaum feodal, penyitaan semua perusahaan besar dan semua wilayah kekuasaan imperialis Prancis serta menyerahkan kepemilikan tanah dan alat produksi yang telah disita kepada pemerintahan pekerja-petani-tentara'.
Kini, Partai Komunis Vietnam (PKV) masih eksis dan menjadi partai tunggal di Vietnam. Agustus 2017, Sekretaris Jenderal Partai Komunis Vietnam Nguyen Phu Trong berkunjung ke Jakarta. Dia disambut dengan upacara kenegaraan. Pertemuan ini menghasilkan kerja sama antara Indonesia dan Vietnam.
Pada 1930, tidak hanya PKV yang berhasil didirikan oleh Ho. Dia juga berjasa dalam membentuk Partai Komunis Malaysia (PKM). Berdasarkan konstitusi partai 1934, tujuan didirikannya partai yakni guna menjatuhkan kekuasaan kolonialisme Inggris, menghapus feodalisme Melayu, dan menyiapkan Republik Rakyat Malaysia.
Awalnya, partai tersebut mengadaptasi pendekatan multietnis dengan merekrut tiga etnis terbesar di Malaysia yakni Melayu, Cina, dan India. Namun, seiring berjalannya Perang Dunia II (1939-1945), etnis Cina mendominasi partai.
Dalam Routledge Handbook of Chinese Diaspora, Chee Beng Tan menjelaskan lekatnya unsur Cina dalam Partai Komunis Malaysia. Menurutnya hal tersebut berpangkal dari tekanan yang diberikan oleh pemerintah kolonial Inggris dan kurangnya dukungan dari petani Melayu.
Selain itu komposisi petinggi partai juga didominasi etnis Cina. Sekretaris Jenderal PKM periode 1939-1947 merupakan orang Vietnam bernama Lai Teck. Kemudian posisi Sekretaris Jenderal PKM dilanjutkan oleh Chin Peng. Sedangkan dari 8 anggota Politbiro, enam orang adalah etnis Cina.
"Dengan demikian, dapat dianggap aktivitas partai adalah aktivitas komunis Cina. Sangat sulit memisahkan unsur-unsur Cina dari aktivitas partai," sebut Chee Beng Tan.
Sebenarnya etnis Melayu di tataran elit partai tidak nihil. Ketua pertai pernah dijabat oleh Musa Ahmad (1955-1966). Lalu, setelah 20 tahun mengalami kekosongan, Abdullah C.D. mulai menjabat ketua PKM dari 1988. Terdapat juga beberapa orang Melayu yang menjadi anggota Komite Pusat.
Berdasarkan dokumen The Outlook for Malaysia yang terbit 1976, pemerintah Malaysia mengklaim mereka yang teridentifikasi sebagai anggota PKM terdiri dari 69 persen etnis Cina, 57 persen berkewarganegaraan Thailand (etnis Cina dan Melayu), dan kurang dari 5 persennya beretnis Melayu dengan kewarganegaraan Malaysia.
Paman Ho dan Gerakan Kemerdekaan Laos
Dalam sebuah resolusi yang dikeluarkan pada Oktober 1930, Partai Komunis Vietnam mengkritik peraturan dan nama partainya sendiri. Menurut resolusi tersebut nama “Vietnam" menyiratkan bahwa Kamboja dan Laos tidak diikutsertakan dalam perjuangan antikolonial. Padahal ketiganya sama-sama dijajah oleh Perancis.
“Annam, Kamboja dan Laos saling berhubungan satu sama lain dalam hal politik dan ekonomi bahkan meskipun mereka tidak berbagi bahasa, adat, dan etika," sebut resolusi tersebut.
Pada tahun tersebut nama Partai Komunis Vietnam akhirnya diubah menjadi Partai Komunis Indocina. Lalu, usaha mewadahi perjuangan rakyat Laos dan Kamboja pun ditindaklanjuti lewat pembentukan partai Lao Dong. Partai tersebut didirikan pada Februari 1951. Dalam urusan luar negeri, manifesto Lao Dong merekomendasikan agar rakyat Vietnam bersatu menolong rakyat Kamboja dan Laos menuju kemerdekaan.
Roger M. Smith, dalam "Laos in Perspective" (1963), menjelaskan bahwa celah masuknya gerakan perlawanan terhadap Perancis di Laos terbuka kala Jepang menginvasi negeri sungai Mekong tersebut pada Perang Dunia II. Saat itu, anak-anak dan keluarga wali-raja Laos seperti Phetsarath, Souvanna Phouma, dan Souphanouvong membentuk gerakan Lao Issaara (Laos Merdeka). Namun gerakan ini gagal karena Perancis keburu menyerbu dan Raja Sisavang Vong kembali berkuasa. Para pemimpin Lao Issara pun terpaksa mengasingkan diri ke Thailand.
Kelompok Lao Issara yang dipimpin oleh Souphanouvong percaya bahwa bantuan tentara komunis Vietminh sangat penting untuk mencapai kemerdekaan nasional Laos. Pada 13 Agustus 1950, saat mengunjungi Ho Chi Minh di gunung Tuyen Quang di Vietnam Utara, Souphanouvong mencetuskan gerakan Neo Lao Issara sekaligus memproklamasikan Pathet Lao (secara sederhana berarti ‘Negara Laos') dengan dirinya sebagai perdana menteri.
Lima tahun kemudian, pada 22 Maret 1955 Phak Pasasom Lao atau Partai Rakyat Laos berdiri. Pada 1956 membentuk sayap militer Neo Lao Hak Sat (NLHS – Front Patrotik Laos). Organisasi ini terlibat dalam perang Indocina dan membantu Vietnam Utara pada Perang Vietnam. Pada 1975, Pathet Lao berhasil menggulingkan kekuasaan monarkis Laos.
Pada 2005 Laos merayakan 30 tahun kekuasaan Partai Rakyat Laos dan keruntuhan monarki. Kongres Partai ke-10 diadakan di ibu kota Vientiane pada 18-22 Januari 2016. Pada Kongres tersebut, Boungnang Vorachit terpilih sebagai Sekretaris Jenderal baru pada tanggal 22 Januari 2016.
Selain Vietnam dan Laos, salah satu negara Asia Tenggara yang partai komunisnya masih aktif adalah Filipina. Partai Komunis Filipina dibentuk oleh Jose Maria Sison pada tanggal 26 Desember 1968. Sejak didirikan, partai ini beroperasi secara klandestin. Partai Komunis Filipina bertujuan menggulingkan pemerintah Filipina melalui revolusi bersenjata dengan kepemimpinan New People’s Army dan National Democratic Front.
Asia Tenggara pernah merah. Partai komunis pertama di luar Uni Soviet pun ada di Asia Tenggara, yakni Partai Komunis Indonesia (PKI) yang sejak 1966 dinyatakan terlarang namun hantunya masih terus dihidupkan oleh para politikus, aparat, dan ormas hingga kini.
==========
Artikel ini pertama kali ditayangkan pada 4 Oktober 2017 dengan judul "Ho Chi Minh: Bapak Komunis Asia Tenggara". Kami melakukan penyuntingan ulang dan menerbitkannya kembali untuk rubrik Mozaik.
Baca juga artikel terkait KOMUNISME atau tulisan menarik lainnya Husein Abdulsalam