Heboh Angel Lelga & Vicky Prasetyo: Gosip, Gosip, Fulus!
Vicky Prasetyo dan Angel Lelga kembali menjadi perbincangan lewat sebuah video yang merekam kisruh mereka. Dengan membawa keluarga, rombongan wartawan, dan beberapa saksi, Vicky Prasetyo tampak mendatangi rumah istrinya, Angel Lelga, pada Senin subuh (19/11/2018). Ia datang untuk menggerebek apa yang disebutnya sebagai perselingkuhan.
“Itu laki-lakinya! Kenapa kamu tega banget, Angel? Kurang sayang apa saya sama kamu?!” seru Vicky setelah berhasil melubangi pintu kamar istrinya.
Teriakan tersebut lantas diikuti oleh kemarahan dari rombongan lainnya. Sementara Angel masih enggan keluar, dia menimpali balik dari dalam kamar: “Ayo kita ke polisi saja biar orang tahu siapa kamu!”
Penggerebekan yang diwarnai isak-tangis Vicky ini kemudian menjadi bola liar di kalangan artis. Beberapa menyayangkan sikap Vicky yang dianggap telah mengumbar aib rumah tangganya sendiri. Sementara Farhat Abbas, pengacara cum pesohor (atau bisa juga disebut sebaliknya) juga turut memberi bantuan kepada Angel, meski mereka baru berseteru.
Acara-acara gosip, juga kanal-kanal gosip online, pun berlomba menampilkan video itu dengan macam-macam bingkai.
Gosip Artis dan Pundi-Pundi Uang
Gosip selebritas, media hiburan, dan (peng)iklan tertaut dalam hubungan simbiosis mutualisme. Tiga hal ini menjadi triangel yang menjaga bisnis ini hidup dan menjejali pikiran orang-orang.Bagi artis, gosip dengan berbagai sensasinya diperlukan untuk mendongkrak popularitas mereka. Sementara bagi media, gosip artis adalah salah satu bahan bakar utama untuk meningkatkan jumlah pembaca.
Majalah People, misalkan, berdasarkan data yang dilansir Statista, berhasil meraih pendapatan sebesar US$1,1 miliar pada tahun 2013 "hanya" melalui sektor iklan. Jumlah tersebut mengalami peningkatan amat signifikan jika dibandingkan lima tahun sebelumnya. Pada 2006, seperti dilaporkan Variety (09/07/2006), pendapatan People dari semua sektor (iklan dan penjualan), berkisar di angka US$1.5 miliar.
People dapat dikatakan sebagai media yang paling terdepan dalam membocorkan gosip atau fakta eksklusif pesohor kelas dunia. Namun, untuk meraih predikat seperti itu, tak jarang mereka melakukannya dengan melompati batasan-batasan umum prinsip jurnalisme: membeli informasi atau menggunakan paparazzi.
Misalnya ketika mereka dua kali “bernegosiasi” dengan Angelina Jolie dan pasangannya kala itu, Brad Pitt, untuk menampilkan secara eksklusif foto anak-anak mereka. Yang pertama terjadi pada 2006. Ketika itu, People membayar US$4,1 juta kepada pasangan tersebut agar foto Shiloh Nouvel Jolie-Pitt terpampang di sampul majalah mereka.
Lalu, selanjutnya pada 2008. Masih dengan cara sama, yakni membayar kepada Jolie dan Pitt untuk foto bayi kembar mereka: Vivienne Marcheline and Knox Leon. Hanya saja, kali ini tebusannya jauh lebih mahal: US$14 juta.
Dalam urusan “bernegosiasi” dengan artis papan terkait foto eksklusif, People memang jagonya. Sebelumnya, pada 2002, People juga pernah membayar US$75.000 untuk sembilan foto Ben Affleck dan Jennifer Lopez. Yang menarik, dalam foto tersebut J-Lo tengah membaca US Weekly. Namun karena People telah membayar hak patennya, maka foto tersebut tidak dapat ditayangkan oleh US Weekly sendiri.
Sikap People yang berani membayar mahal demi memastikan eksklusivitas suatu berita pada dasarnya merupakan strategi bisnis untuk mengalahkan para kompetitor. Hal ini turut dikatakan oleh Janice Min, Pemimpin Redaksi US Weekly usai ia mengetahui langkah mengejutkan People yang membayar mahal foto pasangan Affleck dan J-Lo.
“Saya belum pernah melihat hal yang seperti ini. Tetapi mungkin itu dilakukan karena mereka melihat adanya pesaing yang muncul, lalu mereka meresponsnya. Itu adalah langkah bisnis, dan mungkin langkah yang cerdas,” ujar Min seperti dilansir Variety.
Jelas sekali bahwa selebritas adalah magnet bagi masyarakat luas. Berita soal mereka, betapapun tidak pentingnya—seperti Kim Kardashian yang mampir ke sembarang Starbucks atau David Beckham keluyuran di California naik Vintage ‘93 Knuckle—akan selalu mengundang rasa penasaran khalayak. Ini bukan sesuatu yang baru. Pada dasarnya, manusia memang senang bergosip.
Francis T. McAndrew dan rekan-rekan perisetnya pernah menyodorkan 12 skenario gosip yang berbeda saat diteliti. Skenario itu disodorkan pada 140 responden, terdiri dari 42 pria dan 98 wanita berumur 17-23 tahun. Latar belakang mereka adalah mahasiswa seni di Amerika. Hasilnya, gosip cenderung lebih cepat disebarkan ketika menyangkut informasi positif tentang kelompok mereka dan informasi negatif tentang rival mereka.
Penelitian ini mengungkap bahwa gosip sejatinya memang juga berfungsi sebagai mekanisme peningkatan status individu, serta kontrol sosial terhadap individu atau kelompok lain yang terlihat berbeda. Gosip juga dapat membangun ikatan sosial, terlebih jika ikatan sosial itu muncul dari rasa ketidaksukaan bersama. Dua orang yang tidak saling mengenal akan merasa lebih dekat ketika bergosip tentang orang lain daripada ketika mereka berbincang hal-hal baik tentang diri mereka.
Bergosip tentang orang lain bisa menjadi cara untuk menunjukkan kebersamaan dan rasa humor mereka. "Sekitar 60 persen percakapan antara orang dewasa adalah tentang seseorang yang tidak ada di situ," kata seorang psikolog sosial di Amerika, Laurent Bègue, seperti dikutip Psychologies.
Bergosip tidak hanya dilakukan orang dewasa. Kegemaran ini bahkan sudah muncul sejak kanak. Psikoanalis Virginie Megglé mengatakan, terkadang, untuk tetap membanggakan dirinya di hadapan orangtua, anak-anak rela berbohong dan menjelek-jelekkan temannya.
“Untuk meyakinkan diri mereka normal, mereka mengatakan hal buruk tentang siapa saja yang berbeda,” kata Meggle di laman yang sama.
Gosip sebagai habitus inilah yang kemudian dikomersialisasi oleh berbagai media hiburan di manapun. Hasilnya, tentu saja: pundi-pundi uang. Berbagai pengiklan dari brand ternama dunia akan silih berganti mengiklankan produk mereka di laman gosip terkemuka.
“Pengiklan sangat senang dengan situsweb macam ini karena dapat menjangkau khalayak luas, sekalipun beberapa hanya datang untuk schadenfreude [bahasa Jerman: kepuasan diri karena melihat kesialan orang lain] dan mungkin tidak kembali lagi untuk melihat skandal yang lain,” ujar Keith O’Brien, kepala divisi aktivasi sosial media di Horizon kepada Forbes.
Sebagai gambaran mengenai betapa menguntungkannya bisnis ini, simak laporan The New York Times pada 2005. Manakala sirkulasi majalah politik sudah mulai loyo, saat itu sirkulasi dan penjualan media hiburan secara umum justru naik.
Sekarang, gosip seleb juga mulai digarap di ranah online, baik Youtube, Twitter, maupun Instagram. Apakah mendatangkan pundi? Anda bisa cek akun Instagram Lambe Turah. Dengan pengikut sebanyak 5,7 juta, akun tersebut bisa mengundang iklan atau yang lebih dikenal sebagai bisnis endorsement produk. Pada 21 November, dalam sehari setidaknya ada dua produk yang di-endorse oleh Lambe Turah.
"Konsumen memiliki dahaga yang tak ada habisnya akan berita selebritas," demikian kata George R. Sansoucy, praktisi media di Amerika Serikat, seperti dikutip The New York Times.
Baca juga artikel terkait GOSIP atau tulisan menarik lainnya Eddward S Kennedy