Hans Christoffel, Kapten Marsose Pemburu Sisingamangaraja XII
April 1907 adalah bulan perayaan bagi Korps Marsose Jalan Kaki. Pada bulan itu Korps Marsose merayakan ulang tahun ke-17. Bulan itu pasukan Marsose mencapai Desa Teraju, markas dari Sisingamangaraja XII, pemimpin Perang Batak. Komandan pasukan tersebut adalah Hans Christoffel, yang berusaha agar tak ada musuh yang lolos dalam penyergapan.
“Secara salvo ia menembaki kampung kecil di hadapannya untuk kemudian menyerbu di tengah kampung. Pertempuran seru terjadi selama beberapa jam, perkelahian jarak dekat, di mana pasukan Sisingamangaraja XII berkelahi mati-matian sambil melindungi Sisingamangaraja XII,” tulis Aubertin Sibarani dalam Perjuangan Pahlawan Nasional Sisingamangaraja XII (1979: 209).
Bulan April berakhir. Sisingamangaraja tak bisa dibekuk. Christoffel tak punya pilihan: ia terus memburunya. Tak jarang serangan mendadak dari orang-orang Batak melanda pasukan Christoffel.
Setelah membagi pasukannya dalam tiga kelompok pada malam 16 Juni 1907, esok harinya pasukan Christoffel mendekati persembunyian Sisingamangaraja XII, yang telah bersiap menghadapi Korps Marsose pimpinan Kapten Christoffel.
“Christoffel memang ditakuti oleh orang Batak: orang yang bertubuh pendek dengan kumis yang panjang, dengan mata membenam dan menyorot tajam,” tulis Sibarani (1979: 218).
Sisingamangaraja seolah hendak menunjukkan bahwa orang-orang Batak tak gentar menghadapi pasukan Christoffel. Dari kejauhan, Christoffel berteriak meminta Sisingamangaraja menyerah. Sisingamangaraja tak mengacuhkannya. Pada sebuah gua, Sisingamangaraja menantang maut.
Pertempuran dengan pasukan Christoffel pun pecah. Desingan peluru, dentingan suara kelewang dan parang, serta teriakan mewarnai pertempuran. Namun, jeritan seorang perempuan yang terluka dalam pertempuran membuat Sisingamangaraja meninggalkan gua. Yang menjerit adalah Lopian, putrinya, yang segera dipeluk Sisingamangaraja.
Sisingamangaraja XII pun terlihat oleh Kopral Souhoka, pembidik jitu pasukan Christoffel. Karabennya diarahkan ke Sisingamangaraja.
“Sisingamangaraja memegang keris (Piso Gaja Dompak) sambil memeluk putrinya, tiba-tiba sebuah peluru menembus kepalanya di bawah kuping dan ia roboh seketika di samping putrinya,” tulis Sibarani (1979: 228).
Peristiwa ini terjadi pada 17 Juni 1907 di dekat sungai Sibulbulon, Kabupaten Dairi.
Perburuan Christoffel tuntas karena ia mengandalkan pasukan Marsose, bukan infanteri KNIL biasa. Serdadu-serdadu Marsose diambil dari serdadu-serdadu KNIL yang jago berkelahi tanpa senjata api dan terkenal kejam. Mereka adalah tentara elite KNIL.
Marsose berani bertempur jarak dekat tanpa senjata api. Mereka jago main kelewang. Mereka tidak dilatih bukan untuk menunggu musuh, melainkan memburu musuh dengan menembus hutan.
Karier Militer Hans Christoffel
Satu di antara perwira yang terkenal dari Korps Marsose adalah Hans Christoffel. Menurut Sibarani (1979: 205), Christoffel adalah seorang Swiss, bekas perwira Legion D'Estranges dari Tentara Kolonial Perancis di Aljazair, Afrika Utara.” Menurut Staatsblad van het Koninkrijk der Nederlanden, Bagian 1 (1907:164), Christoffel lahir pada 13 September 1865 di Rothenbrunnen, Swiss.
“Pada 7 Maret 1886 aku mulai berdinas,” ujar Hans Christoffel kepada De Telegraf edisi 21 April 1940. Tahun itu Christoffel baru direkrut ke Kaderschool, sekolah yang membuatnya bisa jadi kopral.
Ia sempat diperbantukan di kantor militer. “Enam tahun kemudian, aku melapor ke Aceh. Aku pergi ke sana tahun 1892 di bawah Jenderal Dijckerhof."
Pada 1896, Christoffel dididik di Willem I, lalu menjadi pembantu letnan. Pada 1898, ia bertemu Jenderal JB van Heutz, pemimpin ekspedisi sekaligus gubernur militer Aceh, yang kemudian jadi gubernur Hindia Belanda (1904–1909).
Sebelum beraksi di Tanah Batak dan menyergap Sisingamangaraja, Christoffel pernah terlibat dalam Perang Aceh. Menurut H.C. Zentgraaff dalam Aceh (1983) dan Sibarani dalam Perjuangan Pahlawan Nasional Sisingamangaraja XII (1979), Christoffel adalah orang yang membentuk dan memimpin pasukan bernama Tijger Colonne alias Kolone Matjan. Jumlahnya 12 brigade. Pasukan ini diambil dari marsose pilihan. Pasukan ini tak kalah kejam dari Marsose, tukang eksekusi yang mengerikan.
Selain Aceh dan Batak, Christoffel pernah dikirim ke Kalimantan Selatan untuk melumpuhkan Sultan Gusti Muhammad Seman Banjarmasin yang melawan Belanda. Di Sulawesi Selatan, Christoffel juga ikut melumpuhkan Sultan Gowa. Ia juga diterjunkan ke Lombok.
Aksi-aksi brutal pasukan Hans Christoffel membuatnya bisa dibandingkan dengan Kapten Westerling, komandan pasukan khusus Belanda di masa revolusi. Kesamaan Westerling dan Christoffel adalah reputasinya memimpin pasukan yang kejam—terlibat dalam pelanggaran perang. Keduanya adalah menempuh karier militer dari bawah. Jika Westerling adalah ahli berkelahi tangan kosong, Christoffel adalah jago menembak.
Atas aksi-aksinya di Aceh, Christofel dijuluki oleh pemerintah kolonial sebagai Superben Aceh Looper alias Jago Aceh Nan Super. Setelah berdinas selama 24 tahun, ia cabut dari Tentara Kerajaan Hindia Belanda alias KNIL pada November 1910. Ia tinggal di Hindia Belanda hingga Januari 1930. Selanjutnya ia pergi ke India-Inggris, Filipina, dan Australia.
Menurut catatan koleksi Museum Bronbeek, Hans Christoffel mendapat uang pensiun 2.000 gulden setahun usai pensiun dari dinas militer. Sebelum pensiun, pada 29 April 1909, ia menikah dengan Adolphina Anna Maria Martha, putri dari Wali Kota Antwerpen. Christoffel meninggal di kota itu pada 4 April 1962 saat usianya menjelang 97 tahun.
Baca juga artikel terkait MARSOSE atau tulisan menarik lainnya Petrik Matanasi