Fungsi Literasi Digital Cuma Buat Chattingan dan Belanja Online?
Photo by John Schnobrich on Unsplash
Uzone.id - Berbicara soal transformasi digital rasanya tidak ada habisnya. Apalagi sejak pandemi, yang dibahas selalu topik ini, yang kemudian dibarengi oleh literasi digital di kalangan masyarakat Indonesia.Menjelang Hari Literasi Internasional yang jatuh setiap tanggal 8 September, literasi digital tentunya sangat penting untuk kehidupan sehari-hari. Sebenarnya apa makna dan manfaat dari literasi digital? Mengapa harus terus ditingkatkan? Bukannya banyak pengguna internet Tanah Air yang sudah fasih dengan layanan chatting, melek video call, hingga rajin belanja secara online?
Salah satu penyebabnya adalah terkait dengan bidang ekonomi. Riset dari Google dan Temasek memperkirakan ekonomi digital di Indonesia bernilai sekitar Rp550 triliun di tahun 2020 dan akan tumbuh menjadi sekitar Rp1.750 triliun di tahun 2025.
Baca juga: Dua Kali 17-an Tanpa Balap Karung, Begini Rasanya
Pertanyaannya, pertumbuhan ekonomi yang besar ini akan dimanfaatkan oleh siapa? Berbelanja online merupakan pilihan yang baik. Meskipun demikian, dengan fenomena ini, sayang sekali apabila kita hanya menjadi pasar atau konsumen saja.
Kita dapat mengambil peran lebih dengan menjadi penjual, reseller, atau lainnya. Pada intinya, kita mesti menjadi pelaku yang lebih aktif terlibat dalam value chain ekonomi digital ini. Untuk itu, literasi digital perlu lebih ditingkatkan.
Dengan analogi yang sama, menonton video online atau layanan media sosial lainnya untuk kebutuhan hiburan boleh saja untuk dilakukan. Akan tetapi, akan lebih baik apabila kita menonton video untuk meningkatkan kapabilitas kita.
Lebih jauh lagi, kita dapat berperan menjadi content creator untuk membuat video pembelajaran maupun konten positif lainnya. Dengan demikian, selain memberikan manfaat bagi pihak lain, hal ini berpotensi akan mendatangkan manfaat ekonomis juga.
Hal lain terkait literasi digital yang perlu ditingkatkan adalah netiket atau bagaimana memanfaatkan dunia digital dengan aman sesuai dengan etika atau adab. Pertumbuhan layanan digital yang sangat cepat seringkali tidak diimbangi dengan edukasi kepada masyarakat. Padahal, etika atau adab dalam dunia digital tidak kalah pentingnya dengan dunia nyata.
Baca juga: Cermat Mengelola Pengeluaran Digital Agar Tak Boros
Salah satu contoh adalah phishing. Dalam dunia nyata, kita tidak akan memasuki sebuah rumah hanya karena rumah tersebut mirip dengan rumah kita. Kita akan memastikan apakah rumah tersebut memang terletak di alamat yang benar.
Namun, di dalam dunia maya, kadang orang lupa untuk memeriksa domain atau alamat sebuah situs yang dikunjungi. Dengan demikian, orang tersebut rentan untuk menjadi korban salah satu metode phishing.
Dalam hal ini, pihak tidak bertanggung jawab mengembangkan situs palsu dengan tampilan sangat mirip dengan situs asli sehingga ketika orang tersebut memasuki situs palsu tadi, dia akan memasukkan data-data pribadi miliknya termasuk password yang kemudian dapat disalahgunakan.
Kondisi di atas masih kadang ditemui dan menjadi salah satu hal yang perlu ditingkatkan juga terkait literasi digital. Oleh karena itu, mari kita berkolaborasi untuk meningkatkan literasi digital Indonesia agar dapat lebih maksimal memanfaatkan potensi pertumbuhan ekonomi digital ke depannya.