Babymetal: Juru Selamat Musik Metal Jepang?
Musik metal acapkali identik dengan penampilan sangar, atribut serba hitam, ornamen tengkorak, simbol kegelapan, lirik-lirik bermuatan kematian sampai politis, serta rambut gondrong dan tato di sekujur tubuh. Signature semacam itu sudah jadi ketetapan baku semenjak Ozzy Osbourne—vokalis Black Sabbath—masih kurus akibat kokain hingga Jokowi datang di konser Metallica dan dirayakan media sebagai “presiden rock dari Indonesia.”
Tapi, di Jepang, gambaran umum tersebut seakan tidak berlaku. Musik metal yang diidentikkan segala rupa di atas perlahan mengalami modifikasi, meski tidak menghilangkan esensi metal sepenuhnya. Sekarang coba bayangkan, ada sekelompok musisi yang membawakan metal dengan catchy, disertai gerak-gerik jogetan, berpenampilan jauh dari gahar, serta lagunya berkisah mengenai keinginan menyantap cokelat.
Kedengarannya konyol, 'kan? Tapi kenyataannya memang seperti itu. Babymetal mengubah citra metal jadi manis. Mereka berbeda dengan band-band metal pada umumnya karena, pertama, semua vokalis Babymetal adalah idol yang belum genap berusia 20 tahun. Kedua, mereka menggabungkan musik pop serta terminologi kawaii (merujuk pada keimutan atau kelucuan dalam budaya Jepang) dengan alunan metal yang serba keras dan cepat.
Babymetal berdiri pada tahun 2010 dan beranggotakan Suzuka Nakamoto (Su-metal), Moa Kikuchi (Moametal), serta Yui Mizuno (Yuimetal). Mulanya ketiga orang tersebut merupakan member dari grup idol remaja, Sakura Gakuin, yang sedang bertahan di tengah ledakan industri “pop idol” dan menjamurnya otaku—sebutan bagi penggemar anime, manga, dan musik pop idol—di seluruh wilayah Jepang.
Potensi personel Sakura Gakuin tersebut ditangkap oleh manajemen Amuse. Akan tetapi Amuse sadar jika formula pop idol yang dijalankan hanya meniru AKB48 atau kelompok sejenis lainnya, maka jelas bakal kalah pamor. Walhasil, manajemen memutuskan untuk mengubah citra anak-anak Sakura Gakuin ini dengan memasukkan unsur metal dalam kreasinya agar mampu menyajikan hal yang berbeda.
“Dalam sejarahnya, musik rock tidak banyak berubah,” ungkap produser Babymetal Key Kobayashi, atau biasa dikenal Kobametal, seperti dilansir The Guardian. “Ketika ada sebuah kelompok dari belahan dunia lain tiba-tiba muncul dan memainkan sesuatu yang sangat aneh, Anda pun langsung penasaran.”
Yang jadi pertanyaan, mengapa musik metal? Usut punya usut berdasarkan mitologi yang dipercayai, Babymetal mempunyai seorang mahaguru bernama Fox God. Sang guru meminta mereka untuk menyebarkan pesan berwujud musik metal kepada penggemar metal di seluruh dunia (biasa disebut One). Lantas, apa alasannya? “Hanya Fox God yang tahu,” kata Su-metal.
Kelar urusan persiapan, Babymetal mulai berproses. Masa-masa awal berkarya tidak mulus. Baik Su, Moa, dan Yui sama sekali buta metal. Referensi mereka sebatas pop, tidak lebih. Ditambah lagi, beberapa pihak mengatakan bahwa mereka “absurd” dan “aneh.”
“Ketika pertama kali menyimak, aku terkejut,” ungkap Su dikutip Sydney Morning Herald. “Itu [metal] berat, cepat, dan pukulan drumnya terlalu keras. Jadi, tidak bisa instan untuk menyukai dan memahaminya. Tapi sekarang aku mengerti mengapa orang-orang menyukainya.” Sementara Yui menyatakan, “Aku belum pernah ke moshpit. Bakal habis aku di sana.”
Pelan-pelan mereka bisa beradaptasi. Supaya penampilan lebih maksimal, mereka menyertakan koreografi di setiap lagu. Selain itu mereka juga memperkuat aksen tampilan lewat busana hitam-merah. “Merah menggambarkan sesuatu yang lucu, hitam sama dengan gelap dan berat,” aku Su.
Butuh empat tahun bagi Babymetal untuk menghasilkan album dalam wujud Baby Metal (2014) dan Metal Resistance (2016). Dari album itu, sederet lagu andalan turut dilahirkan seperti “Ijime, Dame, Zettai,” “Onedari Daisakusen,” “Gimme Chocolate!!,” sampai “Megitsune.” Lagu-lagu mereka hampir semuanya berbahasa Jepang serta berkisah mengenai perempuan, bullying, maupun masa kenakalan remaja.
Dari situ pula kesuksesan demi kesuksesan didapatkan Babymetal. Album menduduki chart Top 40 Billboard dan menjadi band Jepang pertama yang melakukan itu, membuka konser band funk Amerika Red Hot Chilli Peppers, tur bersama Guns N’ Roses, tampil di festival-festival besar, diganjar penghargaan oleh situs metal ternama Loudwire, hingga melangsungkan aksi di gelanggang Wembley Arena dengan tiket terjual ludes.
Tentang kesuksesannya itu, Key menjelaskan bahwa bandnya telah menjangkau penggemar di seluruh dunia. Menurutnya, Babymetal disukai khalayak karena berbeda dengan band metal lainnya. Hal itu juga yang membuatnya enggan mengubah karakter musik dan penampilannya di panggung.
“Saya pikir Amuse telah melakukan pekerjaan hebat dalam mempromosikan kelompok ini. Terlebih mereka bisa mengubah gejala one-hit-wonder di YouTube menjadi sesuatu yang berlangsung lama,” kata Patrick St. Michael, jurnalis musik yang berbasis di Tokyo. “Akan menarik untuk melihat apakah musisi atau label-label Jepang meniru strategi Babymetal.”
Kesuksesan Babymetal yang menyebar luas tidak bisa dilepaskan dari faktor kebosanan terhadap grup-grup idol seperti AKB48. Ian Martin lewat tulisannya di Japan Times menyebutkan grup-grup idol macam Morning Musume dan AKB48 di awal kemunculannya memang memberikan sesuatu yang bersifat intim, segar, dan menarik.
Ambil contoh AKB48. Mereka mampu mengolah sumber daya penggemar dengan cara-cara yang unik dengan mengadakan acara jabat tangan (hand shake) bersama personel, konser rutin di teater Akibahara, sampai menyelenggarakan voting untuk menentukan personel paling populer di grup. Dampak yang dihasilkan dari kegiatan tersebut adalah terjalinnya relasi kuat antara penggemar dan idol sebab penggemar merasa dilibatkan dalam aktivitas grup.
Meski demikian, kegiatan seperti itu justru berujung pada terjebaknya mereka dalam pola yang begitu-begitu saja, tak berkembang, terasing dari lingkungan subkultur, dan cenderung terseret arus pasar utama. Belum lagi, Martin beranggapan, musikalitas AKB48 malah dekaden serta mulai hambar. Di tengah gejala-gejala tersebut, Babymetal muncul dan menawarkan sesuatu yang beda dari pola kebanyakan.
Tak sebatas itu saja, kesuksesan Babymetal juga membangkitkan kancah musik metal Jepang secara umum. Menurut Kentai Koie, personel band metal Crossfaith, anak-anak Jepang sangat suka produk Disney seperti One Direction atau Ariana Grande.
"Babymetal adalah pintu masuk mereka ke metal," ujar Koie. “Ketika mereka bermain di festival Jepang, ada banyak gadis muda yang mengenakan kostum sama seperti mereka. Saya pikir itu hal baik. Saya merasa Babymetal mengenalkan musik metal kepada khalayak.”
Apa yang dikatakan Kentai memang beralasan. Musik metal di Jepang kalah populer dari musik pop yang digilai hampir sebagian besar masyarakat. Catatan positif terakhir kancah metal terjadi pada sekitar tahun 2005-2006, ketika band metal Dir en grey berada di puncak kesuksesan. Musik mereka diapresiasi pendengar dari Jepang sampai Inggris. Namun, bulan madu audiens Jepang dan musik metal hanya sampai di situ.
Kehadiran Babymetal juga membuka keran ekspansi band-band Jepang dalam meraih panggung di luar negeri. Usai aksi Babymetal di Wembley Arena berlangsung, band-band metal Jepang lainnya perlahan rutin tampil di luar negeri. Tercatat ada Vamps yang tampil bersama Bullet for My Valentine dan While She Sleeps dalam tur Eropa, grup metalcore Coldrain yang melangsungkan pertunjukan debut di Inggris, sampai kelompok female-rock Scandal yang kini menggelar rangkaian tur dunia.
Di antara segala pencapaian mereka, yang paling penting ialah Babymetal berhasil memperlihatkan bagaimana musik metal tak hanya didominasi oleh lelaki semata. Bahwa sejatinya, musik merupakan medium kesenian yang bebas dimainkan siapa saja, tanpa memandang jenis kelamin.
Baca juga artikel terkait JEPANG atau tulisan menarik lainnya M Faisal Reza Irfan