Amina, Ratu Muslim Petarung dari Benua Hitam
Dibanding film-film berbasis cerita karakter Marvel lainnya, Black Panther yang diputar di bioskop mancanegara mulai pertengahan Februari ini memiliki daya tarik lain: pahlawan kulit hitam, berlatar tempat Afrika, dan porsi lebih banyak untuk pemeran perempuan.
Ada beberapa representasi perempuan yang menonjol di film tersebut: sebagai pemimpin perang dan petarung, ahli strategi, ahli teknologi, serta tetua adat. Okoye digambarkan sebagai pemimpin pasukan perempuan Dora Milaje yang setia mendampingi raja Wakanda. Nakia, mantan kekasih Black Panther, adalah seorang mata-mata dan juga perempuan petarung yang sepadan nyali dan kemampuannya dengan para laki-laki. Di belakang perkembangan teknologi di Wakanda, ada Shuri, adik Black Panther. Pada adegan penobatan raja, ada dua tetua adat perempuan yang ditampilkan yaitu dari suku tambang dan suku pedagang.
Alih-alih mengangkat isu penderitaan perempuan kulit hitam yang selama berdekade-dekade menghiasi pemberitaan di kehidupan nyata, Black Panther justru merepresentasikan mereka sebagai orang-orang tangguh. Adebola Lamuye menuliskan di The Independent, akhirnya muncul perempuan-perempuan jagoan yang terlihat seperti dirinya, keluarganya, serta teman-teman keturunan Afrika-nya yang lain.
Kisah perempuan Afrika yang berani bertaruh nyawa di medan laga bukan fiktif belaka. Catatan-catatan tentang Ratu Amina dari dataran Nigeria membuktikan bahwa tidak selamanya perempuan jadi pihak yang berlindung di belakang para laki-laki yang bertarung.
Amina diperkirakan hidup pada sekitar tahun 1500-1600-an dan merupakan putri tertua dari pemimpin Zazzau—salah satu negara kota di kerajaan Hausa yang berlokasi di barat laut Nigeria. Ia dikenal sebagai pejuang perempuan beragama Islam dan dijuluki “Amina, Yar Bakwa Ta San Ra” yang berarti “Amina, anak Nikatau, perempuan yang setara kemampuannya dengan laki-laki”.
Pada saat Amina berusia 16, ibunya naik tahta. Di bawah kepemimpinan ibu Amina, Zazzau sebenarnya cukup tenteram, tetapi Amina berambisi membuat kehidupan negerinya lebih baik lagi, demikian ditulis James Pusch Commey dalam buku The Glory of African Kings and Queens (2012).
Sejak remaja, ia sudah gemar mengasah kemampuan perang dengan tentara-tentara Zazzau yang didominasi laki-laki dan mengembangkan pengetahuan soal politiknya. Latihan dan tempaan itu berguna ketika ia beranjak dewasa dan kelak menjadi pemimpin negara kota tersebut.
Setelah ibu Amina mangkat pada sekitar tahun 1566, singgasana sempat diduduki oleh Karama, saudara laki-laki Amina. Tidak seperti sang Ibu, Karama tertarik pada peperangan dan punya keinginan memperluas kekuasaan Zazzau hingga ke negara kota lain di Kerajaan Hausa.
Encyclopedia.com mencatat, dalam dua tahun pemerintahan Karama, ada empat perang yang terjadi. Ketertarikan pada perang yang senada dengan Karama membuat Amina terlibat dalam dua di antaranya.
Sepuluh tahun sejak diangkat sebagai pemimpin Zazzau, Karama menyusul ibunya. Tampuk pemerintahan pun jatuh ke tangan Amina. Baru tiga bulan diangkat sebagai ratu, Amina kembali berperang hingga akhir hayatnya pada 1610.
Motif “Mengamankan” Jalur Perdagangan
Perang demi perang yang terjadi selama Amina berkuasa didasari oleh suatu alasan. Commey menulis, warga Hausa kala itu unggul dalam hal kerajinan kulit, tenunan, dan produksi benda-benda logam, sementara orang-orang di wilayah tetangga unggul di bidang agrikultur.
Untuk memenuhi kebutuhan satu sama lain, orang-orang tersebut bisa saja bekerja sama, tetapi pada praktiknya terkendala oleh pihak-pihak luar yang ingin menguasai wilayah mereka, khususnya Zazzau. Pasalnya, Zazzau terletak di persimpangan jalur perdagangan yang menghubungkan utara Afrika, bagian hutan di selatan, dan sebelah barat Sudan.
Di satu sisi, ada yang menganggap bahwa Amina berperang untuk tujuan positif, setidaknya untuk orang-orang Hausa. Ia hanya ingin pedagang-pedagang Hausa menjalankan transaksinya dengan aman tanpa gangguan dari pemimpin-pemimpin wilayah lain.
Namun di lain sisi, perang yang dilakukan Amina dapat dipandang sebagai upaya mengeksploitasi wilayah lain. Setiap wilayah yang dikalahkan Amina, seperti Nupe di selatan Zazzau dan Kwararafa di utara Zazzau, diwajibkan membayar upeti kepadanya atau melebur dengan Zazzau.
J.P. Martin, penulis African Empire vol. 2 (2017) menyebutkan, menurut catatan Kano Chronicles (tulisan berbahasa Hausa tentang tradisi Afrika masa prakolonial yang diterjemahkan Muhammed Bello), Raja Nupe memberi upeti kepada Amina berupa 40 budak laki-laki dan 10.000 biji kola.
“Biji kola yang diperkenalkan Amina [ke warga Zazzau] adalah salah satu benda bernilai dari Sudan Barat; ini dihargai karena rasanya yang pahit, mengandung afrodisiak, dan khasiatnya meredakan dahaga,” tulis Guida Myrl Jackson-Laufer dalam buku Women Rulers Throughout The Ages (1999).
Warisan Amina
Dalam video tentang Ratu Amina yang dirilis oleh Yaqeen Institute for Islamic Research, dikatakan bahwa perempuan ini pula yang memperkenalkan helm dan pakaian logam yang menjadi bagian dari perlengkapan perang orang Zazzau.
Di samping itu, Amina juga membangun benteng-benteng pertahanan sepanjang 15 km di area terluar Zazzau yang dikenal sebagai “Ganuwar Amina” alias tembok Amina. Ia juga membangun beberapa kamp militer di balik benteng tersebut. Beberapa bagian dari Ganuwar Amina masih bisa ditemukan di Nigeria sekarang.
Sosok Amina yang pemberani dan kepiawaiannya menaklukkan sejumlah wilayah di Nigeria membuat warga setempat mengabadikan dirinya sebagai nama sejumlah institusi pendidikan. Sebuah patung dirinya yang memegang tombak dan menunggangi kuda juga diletakkan di depan National Arts Theater, Lagos, Nigeria.
Kisah Amina disebut-sebut pula menjadi inspirasi pembuatan serial TV yang tenar pada tahun 1990-an, Xena, The Warrior Princess. Tahun 2015, sutradara Izu Ojukwu berinisiatif membuat film tentang Amina dengan judul persis nama sang Ratu.
Narasi-narasi heroik tentang Amina boleh saja dicantumkan berbagai sumber. Walau demikian, ada satu catatan yang menggambarkan sang Ratu berhati dingin. Amina memang tidak pernah menikah, tetapi bukan berarti ia sama sekali tidak pernah intim dengan sejumlah laki-laki. Baik dengan pengawalnya maupun laki-laki dari daerah yang ditaklukannya, Amina menghabiskan masing-masing satu malam bersama mereka dan menjadikannya “suami sementara”. Pada pagi harinya, ia menghukum mati mereka supaya cerita pengalaman seksual dengan sang Ratu tidak tersebar ke orang-orang.
Sederet capaian Amina juga tidak serta merta membuat namanya diabadikan sebagai nama daerah di Nigeria. Alih-alih, nama adik perempuannyalah yang dipilih: Zaria. Dialah yang meneruskan pemerintahan Zazzau setelah Amina mati di medan perang di Atagara setelah 34 tahun berkuasa. Namun, berbeda dari ratu sebelumnya, Zaria tidak sepiawai Amina sehingga perlahan-lahan kekuasaan dan kesejahteraan Zazzau meredup di bawah pemerintahannya.
Baca juga artikel terkait AFRIKA atau tulisan menarik lainnya Patresia Kirnandita