Home
/
Digilife

2019, Microsoft Temukan Malware Paling Banyak Serang Indonesia

2019, Microsoft Temukan Malware Paling Banyak Serang Indonesia
Siti Sarifah26 June 2020
Bagikan :

Uzone.id - Hasil riset di Asia Pasifik yang dilakukan Microsoft dengan tajuk Security Endpoint Threat Report 2019 menunjukkan jika Indonesia termasuk negara yang memiliki tingkat malware tertinggi di kawasan itu. Termasuk kasus penambangan cryptocurrency dan ransomware.

Menurut laporan ini, Asia Pasifik terus mengalami tingkat kasus yang lebih tinggi dari rata-rata dunia untuk serangan malware (1,6 kali lebih tinggi) dan ransomware (1,7 kali lebih tinggi). Indonesia tercatat memiliki tingkat kasus malware tertinggi, yaitu 10,68 persen pada 2019. Meskipun terjadi penurunan 39 persen tahun lalu, ini masih 2 kali lebih tinggi dari rata-rata regional.

Indonesia juga terdaftar memiliki tingkat kasus ransomware tertinggi ke-2 di seluruh wilayah Asia Pasifik, yaitu 0,14 persen, meskipun terjadi penurunan 46 persen tahun lalu. Ini 2,8 kali lebih tinggi dari rata-rata regional.

“Seringkali, kasus malware tinggi berkorelasi dengan tingkat pembajakan dan keamanan dunia maya secara keseluruhan, yang mencakup patching dan pembaruan perangkat lunak secara berkala. Negara-negara yang memiliki tingkat pembajakan yang lebih tinggi dan pengetahuan keamanan dunia maya lebih rendah cenderung lebih banyak terkena dampak dari ancaman dunia siber. Patching perangkat lunak, menggunakan software yang sah, dan menjaganya agar tetap diperbarui dapat mengurangi kemungkinan infeksi malware dan ransomware,” jelas Haris Izmee, President Director Microsoft Indonesia.

Selain itu, masih menurut riset yang sama, tingkat kasus penambangan cryptocurrency Indonesia berada di 0,10 persen pada tahun 2019. Meskipun terjadi penurunan 72 persen dari tahun 2018, ini 2 kali lebih tinggi dari rata-rata regional dan global, dan tingkat kasus tertinggi ke-4 di seluruh wilayah.

Dalam serangan seperti ini, komputer korban terinfeksi dengan malware penambangan cryptocurrency, yang memungkinkan penjahat untuk menggunakan sistem komputer tanpa sepengetahuan korban.

"Dengan fluktuasi nilai cryptocurrency sekarang serta meningkatnya waktu yang diperlukan untuk menghasilkan uang digital ini, para penjahat kembali memfokuskan upaya mereka untuk terus mengeksploitasi pasar yang memiliki kesadaran dan adopsi praktik keamanan dunia maya yang rendah," jelas Haris.

Demikian juga dengan tingkat serangan unduhan drive-by di Indonesia mencapai 0,12 pada tahun 2019, menurut laporan ini. Meskipun ada penurunan signifikan sebesar 61 persen, namun angka ini tetap 1,5 kali lebih tinggi dari rata-rata regional dan global, dan Indonesia mencatat tingkat serangan tertinggi ke-6 di seluruh wilayah Asia Pasifik.

Serangan ini melibatkan pengunduhan kode berbahaya pada komputer pengguna secara rahasia ketika mereka mengunjungi situs web atau mengisi formulir online. Kode berbahaya yang diunduh kemudian digunakan oleh penyerang untuk mencuri kata sandi atau informasi keuangan.

Terlepas dari penurunan secara umum serangan unduhan drive-by di seluruh wilayah, studi ini menemukan bahwa hub bisnis regional, Singapura dan Hong Kong, mencatat tingkat serangan tertinggi pada tahun 2019, lebih dari tiga kali rata-rata regional dan global.

Sejak mulainya wabah, data tim Microsoft Intelligence Protection menunjukkan bahwa setiap negara di dunia telah melihat setidaknya satu serangan bertema COVID-19, dan volume serangan yang berhasil di negara-negara yang terkena wabah tampaknya naik, karena meningkatnya ketakutan dan keinginan informasi terkini.

Dari jutaan pesan phishing yang ditargetkan secara global setiap harinya, sekitar 60.000 diantaranya bertema COVID-19, dengan lampiran berbahaya atau URL (alamat website) jahat. Penyerang menyamar sebagai entitas mapan seperti Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC), dan Kementerian Kesehatan untuk masuk ke kotak inbox.

Temuan ini berasal dari analisis dari beragam sumber data Microsoft, termasuk 8 triliun sinyal ancaman yang diterima dan dianalisis oleh Microsoft setiap hari, mencakup periode 12 bulan, dari Januari hingga Desember 2019.

populerRelated Article